damai besertanya


Setiap orang menyerukan perdamaian, entah di Koran-koran atau di televisi saat hari raya atau hari biasa.Dan lelaki itu hampir jenuh mendengarnya, buatnya kata itu sudah tak memilki makna karena setiap orang menyerukannya tapi tak pernah hal itu benar-benar terwujud. Perang tetap ada, konflik pun masih berlanjut.Dan memang kata itu baginya, hanya sekedar utopia.

Tapi tidak kali ini, akhirnya dia merasakan perdamaian, dan itu indah.ia akhirnya berhasil berdamai dengan dirinya sendiri serta masa lalunya. Setelah sekian lama benteng egoismenya berdiri tegak kokoh akhirnya runtuh juga oleh tetes-tetes kegelisahan dan rembesan perasaan bersalah.

Malam itu, saat ia jenuh menyusuri situs jejaring social yang beberapa bulan lagi memungut bayaran untuk bisa diakses. Di kolom chat muncul Si perempuan, manusia tanpa kesalahan yang telah lama ia tinggalkan tanpa segenggampun kepastian.

Kegelisahan-kegelisahan yang telah lama ia pendam dalam di dasar alam bawah sadarnya menyeruak keluar. Membanjiri jiwa, membangkitkan sisi manusiawi, menghidupkan sisi lembut diri.Dan kali ini untuk pertama kali runtuhlah pertahanan jiwanya.

Rasa penasaran yang begitu besar menumbangkan harga dirinya yang dulu terlalu angkuh berdiri, untuk pertama kali setelah kejadian yang lalu tertutup lama, ia melongok profile perempuan itu. Yang tetap seperti dulu, dengan senyum terkembang diiringi lesung pipit yang menggemaskan.Sulit untuk mengakui kalau ia memang berdosa besar pada perempuan itu yang pernah setulus hati menerimanya.

Kesalahan terbesar dirinya adalah ia tidak pernah belajar mengerti bagaimana memahami tanda-tanda, cara bersikap, dan harapan akan suatu kepastian dari perempuan. Dan kebodohan itu telah membumihanguskan hati perempuan itu dan perempuan-perempuan lainnya.

Suatu tenaga yang memang tak pernah ia yakini ada, menggerakan jarinya, mengetikan kata yang takkan pernah dibiarkan akal sehatnya, hal yang takkan ia lakukan saat keangkuhan masih kuat menyelimuti iwa. Kata singkat itu. “hai, apa kabar?”.

Lelaki itu tahu kecil kemungkinan si perempuan itu akan menanggapinya setelah semua hal yang ia lakukan. Tapi kata itu berbalas “baik, lu gmn?”

Dan providentia dei muncul.Obrolan berlanjut seperti belum pernah terjadi apa-apa di antara mereka.Sampai ke satu titik kata muncul “,maafin ya atas kesalahan gw”

Ia tak pernah mengerti apa yang ada dalam pikiran perempuan itu, sampai saat ini, setelah sekian banyak hal buruk yang ia lakukan, masih saja perempuan itu merasa kesalahan ada pada dirinya. Perempuan itu terlalu baik, walaupun dulu ia telah menyadarinya, namun kenyataan itu sekarang terlalu kuat menyayat hatinya.

Lelaki itu, dengan suara bergetar, berbisik halus, seirama dengan jari-jarinya yang gemetaran mengetik “ lu ga pernah salah, kesalahan ada pada diri gua, yang ga pernah bisa berdamai dengan diri gw, masa lalu gw, pikiran gw, dan perasaan gw”

Lama tak ada balasan, lelaki itu berharap cemas, mencoba menerka-nerka apa yang sedang perempuan yang berada di 400 km ke arah barat itu lakukan. Ia sadar, matanya mulai memanas. Ada perasaan hangat menjalar di sekujur tubuhnya, seakan kepedihan yang mengendap itu terbang, masa lalu yang selalu ia seret saat melangkah maju akhirnya merelakan kaki itu berlari. Kali ini ia kembali merasa benar-benar hidup.

Dan kata yang ditunggu muncul “biar masa itu menjadi pelajaran buat kita, supaya kita bisa lebih baik”.Dan matanya yang panas mencairkan keping-keping es yang bertahun menahan gletser itu, mengalir dalam hangatnya hidup, hidup dalam damai, hidup lepas dari jeratan perasaan bersalah, hidup yang lebih hidup telah dimulai dari malam itu.


Comments

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati

kenapa saya keluar seminari ?