jelajah baduy dalem,perjalanan penuh misi part.2



Setelah lelah jalan-jalan memandangi perempuan-perempuan baduy aku kembali ke rumah jaro. Rombongan sudah asyik ngobrol-ngobrol dengan olot karmain. Olot karmain sangat ramah,polos dan memiliki keingintahuan yang sangat besar tentang dunia luar. Dia bertanya tentang arti kuliah, maksud poligami, bahasa gaul, dan istilah – istilah lain. Dia mendengar istilah tersebut dari rombongan terdahulu. Namun karena keterbatasan berbahasa mereka, olot karmain tidak mampu bertanya lebih jauh. Berbeda dengan rombongan kami yang hampir semua fasih berbahasa sunda.




Di tengah obrolan, datang olot…. (gw lupa namanya) membawa anaknya yang sakit. Anak tersebut menderita penyakit semacam ruam-ruam berisi air seperti cacar di tangannya. Sebagian sudah menjadi koreng karena digaruk. Dokter Pri yang memang misinya mengenalkan kesehatan ke masyarakat baduy langsung turun tangan. Menurut analisanya, anak tersebut terkena bakteri yang biasa ada di air kotor, tangannya saat itu memang mengkeriput seperti terlalu lama berada di dalam air. Setelah membersihkan lukanya dan memberikan pengobatan pertama. Dokter Pri menjelaskan kepada orangtuanya bahwa ia tidak membawa obat yang diperlukan dan minta diizinkan agar bulan depan bisa datang kesini lagi aku tak tahu apa itu sungguhan atau salah satu trik dokter pri agar sedikir demi sedikit diterima oleh masyarakat baduy.




Tak lama kemudian datang lagi olot… (yang gw ga sempet tanya namanya) bersama anaknya yang telapak kakinya berdarah-darah. Anak yang kira-kira berumur 7 tahun tersebut menginjak bambu tajam sehingga kulit di dekat jari-jarinya robek sekitar 4cm. aku benar-benar kagum, dengan luka sedalam dan sebesar itu dia tidak menangis. Walaupun alkohol dan betadine dari dr.pri berkali-kali dioleskan dia tetap kuat menahan sakit. Bertolak belakang sekali dengan kebanyakan anak di perkotaan . Jatuh sedikit dan lecet saja mungkin sudah menjerit-jerit menangis kesakitan.

Ngobrol-ngobrolpun selesai. Saatnya untuk mandi. Rombongan perempuan mandi di pancuran dekat sungai yang agak jauh dari desa. Rombongan lelaki cuek saja mandi berendam berjamaah di sungai. Namun sebelum mandi aku menyempatkan menyusuri sungai tersebut. Ternyata desa ini hampir setengahnya dikelilingi sungai. Sungai tersebut melintas dari utara berputar menuju barat. Semakin ke ujung aku melihat tempat mandi perempuan-perempuan baduy. Mereka mandi bersama anak-anaknya dan sebagian mencuci perkakas. Hanya berjarak beberapa belas meter terlihat lelaki baduy sedang mengisi air. Mereka sama sekali tidak merasa risih dengan kehadiranku dan lelaki lain di ujung sana. (sayang banget waktu itu gw ga pake kacamata,padahal gw min.2 silinder 0,5. cuaca petang ditambah terhalang dedaunan bambu buat penghliatan gw agak rabun,padahal pemandangannya begitu indah hahhaahahaa :p).





Malam hari kami ngariung bersama beberapa olot, tuan rumah menyiapkan nasi dari beras yang berasal dari padi gogo (padi yang ditanam di ladang, bukan di sawah) proses pembersihannya pun ditumbuk. Nasinya tidak wangi tapi pulen dan legit. Karena rombongan membawa banyak makanan, maka lauk begitu berlimpah dari sea food hingga ikan tawar ( akhirnya gw cuma makan ayam goreng ma orek tempe, daripada gw semaput kulit biduran ntar malem) obrolanpun berlanjut, dari situ kami mengetahui bahwa olot karmain adalah kakak ipar dari pemilik rumah.

Dari cerita olot-olot disana aku mendengar cerita tentang proses pernikahan masyarakat baduy dalem. Ternyata masyarakat baduy sejak kecil sudah ditentukan siapa jodohnya oleh kesepakatan dua keluarga. Prosesnya adalah lamaran, pertunangan dan pernikahan. Jarak dari lamaran sampai pernikahan bisa sampai 1-2 tahun sampai kedua mempelai siap secara fisik. Proses lamaran keluarga laki-laki membawa semacam sesajen dari berupa-rupa daun untuk didoakan oleh penghulu lalu diberikan kepada keluarga perempuan. Sedangkan dalam proses pertunangan pihak lelaki sudah menunjukan kesiapannya dengan menyiapkan perabot rumah tangga untuk rumah mereka kelak. Masyarakat baduy tidak mengenal poligami. Mereka baru boleh menikah kembali bila pasangannya meninggal.



Malampun datang, padahal baru jam 20.00 tapi di tengah desa yang gelap dan sepi rasanya sudah larut malam. Ditambah lelah dan pegal dtempa jalan yang tak bersahabat. Kamipun tidur dengan cahaya sentir mengintip dari lampunya yang legam.


to be continued..........

Comments

  1. dari kecil udah ditentuin jodohnya? wah... gak kenal kata pacaran dong mereka? :)

    ReplyDelete
  2. keren kali dah ke baduy akh...
    2 tahun ke depan saya akan ada di tangerang, smoga bisa kesana juga... :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

kenapa saya keluar seminari ?

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati