komitmen = pengorbanan



Hari ini adalah hari yang telah lama ia tunggu.. sedari kemarin lelaki itu telah sungguh mempersiapkan segala hal untuk hari ini. Dia sudah menyiapkan kemeja terbaiknya, dan menentukan jeans terbaik yang ia miliki, dari kemarin ia sudah ke tukang pangkas rambut merapikan rambutnya yang sebelumnya tampak tak terurus, dan ia juga sudah menyiapkan kamera serta tiga lensa yang akan menjadi pasangannya.

Ya hari ini teman baiknya menikah, teman yang bukan hanya pernah berjuang bersama, tapi juga seorang guru buatnya yang telah mengajarinya banyak hal yang tidak diajarkan di sekolah, pelajaran bagaimana harus hidup di tengah dunia yang semakin kejam. Ia juga seorang sahabat yang bersama sahabat-sahabat lainnya pernah berpeluh darah bersama lelaki itu dalam mewujudkan hal-hal yang awalnya Cuma mimpi.

Ia berdiri di depan kaca cukup lama,suatu yang sebenarnya jarang ia lakukan. Memeriksa apakah ia sudah cukup wangi, pakaiannya sudah cukup licin disetrika, celana jeansnya sudah benar-benar dicuci bersih sehingga tidak berbau, rambutnya sudah rapi mengkilat walaupun tetap dengan gaya berantakan. Takkan ia membuat malu sahabatnya.

Nanti di gereja, ia menjadi orang yang akan berperan penting dalam membekukan momen-momen pernikahan sahabatnya tersebut, ia akan dengan mantap dan percaya diri bahu membahu dengan pasangannya, kamera terselempang. Melihat sahabatnya melangkah ke jenjang baru, jenjang terberat seorang lelaki , yaitu saat lelaki memutuskan untuk melepasakan semua kebebasannya, menaruh sejenak semua idealismenya, mulai berjuang bukan hanya untuk dirinya sendiri, mulai untuk bilang “kita”, bukan “aku”. Saat lelaki mengucap janji akan melewatkan suka dan duka bersama orang yang benar-benar berbeda dengannya.

Di luar kamar, sahabat-sahabatnya yang lain, bersama pasangan-pasangan mereka, yang manusia, wanita, bukan sebuah kamera. Tertawa bersama-sama, mereka juga masih tidak menyangka kenapa waktu mengalir begitu deras sehingga sahabat mereka sudah cukup tua untuk tidak lagi bermain. Entah mereka mentertawakan diri sendiri juga, karena mau tak mau mereka juga akan melewatkan fase itu, nanti, di suatu waktu yang belum terpikirkan dan terbayangkan.

Dan akhirnya lelaki itu terdiam, mempertanyakan dirinya sendiri, apakah ia juga harus melewatkan fase itu? Apakah ia harus membuang semua mimpi-mimpi tergilanya hanya untuk bisa satu visi dengan teman hidupnya?, meninggalkan idealisme demi sesuap nasi bagi anaknya?, meninggalkan kebebasan untuk yang namanya sebuah komitmen?.

Saat ini jawabannya adalah “tidak”,

Comments

  1. wah belum siap nikah itu namanya.

    ReplyDelete
  2. Manusia punya pilihan, dan ia bebas menentukan jalan mana yang akan ia pilih tapi ketika bercermin pada jalan yang Maha Kuasa, Adam pun diberi pasangan olehnya.

    ReplyDelete
  3. kog gw langsung galau baca postingan ini yak -_-"

    ReplyDelete
  4. wah nikah yah? selamat yah selamat yah selamat yah selamat yahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

    ReplyDelete
  5. Ha..xx tnyta u scary about...komitmen seharusnya tidak mengambil kebebasan ssorg krn kebebasan anugrah n tiap org punya bro..it just about responsibility n also about choice.n gw jg kurang setuju kl diblg komitmen=pengorbanan...pengorbanan apa???n siapa????konteksnya beda bro kl menurut gw...setuju gk??

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

kenapa saya keluar seminari ?

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati