memilih diam

Lelaki itu mengambil air panas yang baru saja mendidih, menaruhnya ke baskom, dan memasukan handuk kecil di dalamnya. Ia menghela nafas panjang, meredam kepedihan serta kemarahannya, mencoba untuk tetap tersenyum, mencoba untuk tetap hangat, selalu mencoba untuk tetap netral, dan terus mencoba diam.

Perempuan disana tertidur pulas. Lelaki itu selalu suka melihatnya tertidur, sejak dulu, saat mereka pertama kenal, waktu perempuan itu masih penuh kehidupan, waktu ia masih begitu terpesona pada dunia. Ada kedamaian yang terpancar dari wajahnya saat terlelap.

Ia peras handuk itu, sekarang sudah agak hangat airnya, karena ternyata cukup lama ia menghela-hela nafas untuk menenangkan jiwanya.

Perlahan-lahan ia usapkan pada kening si perempuan , ia tepikan poni panjang itu, perlahan membelainya, walaupun tetap saja belaiannya kaku seperti biasa, memar itu masih baru, , walaupun hari lalu, minggu lalu, bulan lalu, disitu juga pernah membiru selalu.

Si perempuan sesaat merintih, namun ia tidak mengeluh, seakan luka itu hanya peluh. ia tersenyum walau matanya tetap terpejam, ia tersenyum walau ia tahu sangat lelah, salah dan kalah. Buat lelaki itu, senyuman tersebut berarti si perempuan akan terus mencoba bertahan, tidak berusaha kabur dan tetap aman dalam selimut tebal kebohongan perasaan.

“Mungkin sebentar lagi aku yang akan memandikan mayatmu” bisik lelaki itu.

Dulu kulit perempuan itu cerah bersinar, kuning berkilau, seperti pasir karimun jawa, membuat lelaki itu ingin membaringkan tubuhnya disana, Sekarang masih saja putih, tapi pucat, kering dan layu. Dulu lelaki itu senang sekali menggenggam jari-jarinya yang kecil, kenyal berisi. Saat menikmati malam-malam hangat mengelilingi coklat panas. Saat bersama mengembara dalam rimba belantara harapan manusia muda.

“Kamu belum makan??”

Si perempuan tidak bereaksi, tapi lelaki itu tahu, dari badannya yang kurus tak terawat, dari tubuhnya yang kini mudah menggigil, dari giginya yang bergemeretakan.

“mau mie kari susu??”

Si perempuan mulai mengangguk, tapi tetap saja malas membuka matanya. Dulu si perempuan yang mengajarinya membuat mie tersebut, dan ia tahu itu makanan kesukaannya, ia masih ingat kata-kata perempuan itu dulu “walaupun Cuma mie instan, gizi tetap ada, kan pake telur ma susu”. Lagipula ia hanya bisa membuat makanan itu. Dan mulai ia memanaskan air di heater elektrik harta satu-satunya kamar kos itu.

Air terasa sangat perlahan untuk mendidih…….

Dan ia teringat waktu dulu, sekitar 18 bulan lalu….

“kamu inget cowo imut yang pernah aku ceritain?” si perempuan menangkupkan kedua tangannya di bawah dagu, dengan mata bersinar, menatap langsung ke mata lelaki itu.
Lelaki itu mengalihkan matanya ke cangkir coklat panas di meja kayu bundar, di bawah payung taman, terkena bias lampu kuning jalan, sembari mengaduk isinya yang sudah puluhan kali diaduk, yang ia pun tidak mengerti kenapa ia mengaduk kembali.

“iya, aku inget, kenapa??”

“ dia ajak aku jalan besok malam” dia bersorak, bersemangat, bersinar…..

“wah asyik dunk., tapi jumat malammu masi tetep buat aku kan??” lelaki itu tertawa
Tapi ia tersedak, layu dan meredup sejenak.


16 bulan lalu


“aku sama dia sekarang” perempuan itu tersenyum kecil, kulitnya yang putih sehat kemerahan tampak kekuningan di bawah cahaya lampu café itu, kemudian dia menyeruput espresso di hadapannya. Ia bersinar, paling terang sepanjang yang pernah lelaki itu saksikan.

Hening sejenak………

“Bagus dunk… nanti bisa double date kita” lelaki itu menelan ludahnya, tapi tidak tertelan, seperti ada anaconda raksasa membelit dadanya, seperti mendapat pukulan tepat di iganya.

“oia?? Kamu juga udah ama si gadis bali??” si perempuan menyorongkan wajahnya ke hadapan lelaki itu…

Hanya berjarak dua puluh sentimeter

Lelaki itu bisa merasakan nafas halus itu, yang biasa ia rasakan saat merangkulnya dan membelai rambut coklat sebahu itu.

“belum, aku juga dah gak mood, dah gak menantang, ganti target..ganti target…” lelaki itu nyengir, bibir kecil tipisnya melebar, matanya mengecil..

Plaakkkkkkk…….. tamparan telak di kening


Aduhhhhh…….

Lelaki itu memegang kepalanya

Si perempuan menggeram

“kamu ini…….. keee…biii…aaaa…..saaa…..aannnn”


14 bulan lalu

“Lho kamu kesini ma siapa??” Lelaki itu muncul dari balik jendela kamar kosnya, baru sadar dari tidur panjang.

“Diantar teman” jawabnya singkat

“motormu kemana??”

“dipinjam ‘dia’ dari minggu kemarin, motornya rusak” masih dengan jawaban singkat.

Lelaki itu tidak percaya, karena kemarin baru saja ia melihat motor ‘dia’ meluncur di jalan gejayan ditunggangi perempuan cantik baju kuning ber hot pants.

Tapi lelaki itu memilih diam…..

Episode awal dari semua kebisuannya


12 bulan lalu

“Kulitmu koq agak terbakar sekarang???” lelaki itu memencet-mencet pipi si perempuan dengan telunjuknya, sambil terkekeh-kekeh.

“iya, sekarang aku sering jalan kaki”

“motormu kemana??, hari ini juga aku lihat kamu jalan kaki”

“…………………………………………”

Si Perempuan diam……..
Lelaki itu juga memilih diam
Dan episode kebisuan berlanjut


11bulan lalu

“Kamu ngga makan??” Tanya si lelaki itu sambil tertawa, sabil terus mengunyah bakso daging yang alot. kantin UGM tidak terlalu ramai waktu itu.

“ngga, aku sakit maag” jawab si perempuan, singkat…. Sambil mengalihkan pandangan ke jalan

“koq bisa??? Kamu kan hobi makan, Cuma ga keliatan, ga bisa gemuk” lelaki itu tertawa keras,

si perempuan mencoba tertawa, dia tidak tertawa, dia hanya berpura-pura tertawa.
Lelaki itu menggengam jari-jari perempuan itu, dan baru ia menyadari ada yang berubah, jari-jari itu dingin, kecil dan kurus, dan gemetar

“kamu belum makan hari ini??” lelaki itu menatap tajam ke mata bulat coklat tersebut..

“sudah, kamu koq gak percaya banget sih, masa aku yang hobi makan ga sarapan, aneh banget” ia mencoba tertawa, tapi lelaki itu tahu, tawa itu hambar

Lelaki itu baru menyadari, temannya itu semakin kurus tak bertenaga, tetap berusaha bersinar, tapi cahayanya lemah hampir mati.

“aku traktir yah? Pokoknya kamu harus makan” paksanya

“gak akh, perutku gak enak”

Lelaki itu tetap memesankan semangkuk bakso, yang akhirnya perempuan itu makan, bagaimana tidak, ia tahu itu makanan favorit orang di hadapannya, perempuan itu berusaha bersikap makan senormal mungkin, tapi tetap terlihat begitu bernafsu, seakan sudah sekian lama tidak mencicipinya.

Lelaki itu jarang bertanya, jarang bercerita, ia banyak mendengar
Oleh karena itu untuk kesekian kali
Ia tetap memilih diam
Memendam semua kegelisahan terdalam, mengubur pertanyaan-pertanyaan tak terukur, menekan amarah yang terus merekah


10 bulan lalu
“kemarin aku ketemu teman kampusmu, kata dia kamu sering bolos, lagi sibuk po??”

“iya, aku kerja sekarang”

“buat apa, setauku uang sakumu lebih dari sekedar banyak”
Dan seperti biasa ia menggenggam jari-jari perempuan itu,

“telapak tanganmu koq kasar?? Kamu kerja jadi cleaning service yah??” lelaki itu tertawa, mencoba bercanda

“iya, sekarang aku setiap hari bersihin rumah”

“lho koq bisa, kamu kan kos?”

“oia, kos, bukan rumah, aku salah sebut, lagi keingetan rumah, jadi keblibet kan”

Lelaki itu tahu rumah yang dimaksud. Lelaki itu sangat tahu siapa yang tinggal di rumah itu, kontrakkan kecil itu, lelaki itu tahu...

Lelaki itu tahu, tapi pura-pura tidak tahu….
Lelaki itu marah.. tetapi
seperti biasa, ia memilih diam


9 bulan lalu

Tengah malam si perempuan itu datang ke kos , tidak menangis, tidak menunjukan kesakitan, tidak menampilkan penderitaan…

Tapi bibirnya berdarah, lengan kanannya biru, pelipisnya pecah. kontras dengan baju putih yang sudah lusuh, sesuatu yang aneh terjadi pada orang yang Obsessive compulsive disorder

“kamu kenapa??” Tanya lelaki itu datar, lelaki itu tahu, sebenarnya ia tidak perlu bertanya

“jatuh tadi, kamu ada P3K???” jawabnya perlahan, matanya sayu memerah seperti terlalu banyak menangis

Jatuh..?? mana mungkin luka jatuh membiru tanpa lecet sedikitpun

“gak ada, nanti aku pinjam ke kamar sebelah dulu, kamu mau es teh?? aku juga mau ke warung depan??”

Perempuan itu mengangguk, masuk, langsung tidur di kasur tipis dengan sprei berbau, seperti biasa.

Di warung depan lelaki itu meminum bergelas-gelas es teh, dengan harapan dinginnya es bisa meredakan kemurkaannya yang membludak

Sesampainya di kamar kos, dengan bungkusan hitam berisi es teh
Ia mengobati luka-luka itu, menggenggam tangannya perlahan, meremasnya lembut, menyalurkan sedikit kehangatan, selalu begitu
Selalu seperti lalu, ia memilih diam


8 bulan lalu

Di hari yang panas dan berdebu, lelaki itu minum es buah dekat kosnya, bersama seseorang berinisial “target baru”, gadis lucu lugu yang baru ia temui minggu lalu.
Handphone hitamnya yang sudah tak berbentuk, dengan chasing belakang hilang lalu diganti stiker, berbunyi perlahan , muncul nama si perempuan , walaupun ia selalu bersama “target baru” yang tiap waktu baru, ia selalu menanti nama itu muncul di layar handphonenya. Dan yang ia dengar saat menekan tombol hijau hanya isak tangis tak berkesudahan

“kamu kenapa?? Koq nangis???”
“………………”
“kamu dimana?? Jangan nangis dunk”
“………………..”
“kamu sama siapa??, masa nangis sendirian hehhehe” seperti biasa lelaki itu masih selalu bercanda
“……………….. , kamu dimana?? Aku di depan kosmu “

Lelaki itu langsung beranjak lari ke kosnya, tanpa peduli pada perempuan di hadapannya yang kebingungan, tanpa mendengar lagi teriaknya yang minta ditunggu, tanpa mengerti pada janji mereka akan pergi sehabis ini ,tanpa mengingat kalau ia belum membayar minuman yang sudah setengah kosong. Yang ia peduli hanya si perempuan di depan kosnya yang menangis sedu sedan itu.

To be continued……….

Comments

  1. yah.. kog to be continued :(
    penasaran....

    ReplyDelete
  2. yahhh....bersambung! pembaca kuciwaaaa! :DDD

    nantik jangan lupa dikumpulin, dijilid, kirim ke penerbit ya!!!

    ReplyDelete
  3. rio..

    :( :( :(

    *mewek terbawa cerita*

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

kenapa saya keluar seminari ?

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati