Untuk surat wasiat berjalan



(Karena padanya ia titipkan semua rahasia terbesar dirinya, yang tahu semua endapan rasa bersalah di relung hatinya, yang tahu semua fosil perasaan tak sempat tersampaikan di hati kecilnya, yang tahu rahasia dan kebohongan kecil yang pernah ia lakukan dan semakin hari semakin besar rasa ingin ia beri tahu orang yang pernah menjadi korbannya.)


Tempat itu tidak biasanya sepi, lelaki itu yang seringkali harus memesan tempat terlebih dahulu sebelum datang, kali ini bisa leluasa memilih tempat yang ada, mungkin karena lebaran sudah sangat dekat dan mahasiswa –mahasiswa di Yogyakarta sudah lama pulang ke kampong halaman, dan selalu seperti biasanya, ia memilih meja bundar di dekat jendela yang selalu basah karena air terus mengalir, membuat suasana sedikit terlihat basah, walaupun malam ini, malam-malam musim kemarau, tanpa angin, tapi udara dingin menembus daging, menyelusup jaket windproof yang sudah tidak tahan angin, yang ia pikir lebih dingin daripada AC di dalam cafĂ© itu.

Di hadapannya perempuan dengan cardigan hitam tipis setipis bibir halusnya, dengan syal tebal berwarna cream membelit leher, serta rambut diikat ke atas membuat terlihat rambut-rambut halus di dekat leher jenjangnya, yang selalu lelaki itu anggap seksi , tengah sibuk menakar gula yang akan bersatu dengan teh pekat yang baru saja datang terlambat.

“malam-malam ini dingin ya?” lelaki itu mulai membuka pembicaraan, sambil mengaduk coklat panas di cangkir kecilnya yang baru datang..

“semua orang juga tahu dingin, gak ada topic lain apa buat mulai pembicaraan?” si perempuan tersenyum penuh arti, “kamu pasi besok mau travelling lagi?” lanjutnya cepat.

“waaa… kamu curiga banget.. seakan-akan tiap aku ajak ketemu pasti di malam-malam terakhir sebelum aku travelling” sambil dilanjutkan tawanya yang keras, membuat kelompok di meja sebelah tercuri perhatiannya.

“tapi benar kan?? Besok sudah mulai libur lebaran, dan sudah empat kali dalam tiga tahun ini sebelum libur lebaran kita pasti ke tempat ini, walaupun tidak selalu di meja ini.. belum lagi malam-malam sebelum libur semester dan libur natal, juga malam-malam dimana ada libur panjang” datar, lancar dan sistematis, serta menatap langsung ke mata kecil lelaki itu, sambil membenarkan syalnya, perempuan itu berkata-kata.

“kamu kan surat wasiat berjalanku” balas lelaki itu halus

“ ya..ya… aku tahu, supaya nanti saat kamu hilang di tengah hutan rimba saat trekking, hilang jatuh di jurang dalam saat climbing, hilang terseret air saat main arung jeram , hilang tengelam terseret ombak saat main di laut, kamu tidak akan hilang penasaran”

Lelaki itu Cuma tersenyum simpul, “dan apa kamu sudah bosan mendengar ceritaku? Lalu apa aku memang sudah harus menitipkan itu semua ke orang lain?”

‘aku tidak bosan, aku hanya heran kenapa aku hanya mendengar saat kamu pergi, tapi kamu tidak pernah menceritakan apa yang kamu alami seselesainya perjalananmu” sambil ia saling menggesek-gesekan kedua telapak tangannya, sekedar untuk sejenak mengusir dingin.

“lalu apa yang mau kamu dengar dari perjalananku?” lelaki itu menyorongkan wajahnya kea rah kedua tangan si perempuan yang masih aja berusaha mencipta rasa hangat.
Si perempuan berhenti mengusap-ngusap telapak tangannya, lalu menunjuk hidung berminyak lelaki itu dengan kelingkingnya, lalu memutar-mutar rambut keriting lelaki itu yang mulai menyentuh mata.

‘lalu apa yang mau kamu ceritakan?” bukannya selama ini aku tidak pernah bertanya, kamu yang selalu cerita, cerita tentang permintaan maaf yang belum tersampaikan, tentang perasaan terpendam yang belum diungkapkan, tentang rahasiamu yang belum pernah muncul ke permukaan. Tentang semua kenyataan yang akan membuatmu hilang penasaran saat waktunya berpulang . tentang semua yang hanya akan kamu sampaikan saat kamu hilang berpulang ,dan aku seperti surat wasiat berjalan yang siap menampung tulisan-tulisan yang tiap tahun semakin panjang”

Hening cukup lama

“aku sekali saja ingin ikut dalam perjalanmu” lanjutnya singkat.

Buat lelaki itu, si perempuan bukan sekedar teman, Karena padanya ia titipkan semua rahasia terbesar dirinya, yang tahu semua endapan rasa bersalah di relung hatinya, yang tahu semua fosil perasaan tak sempat tersampaikan di hati kecilnya, yang tahu rahasia dan kebohongan kecil yang pernah ia lakukan dan semakin hari semakin besar rasa ingin ia beri tahu orang yang pernah menjadi korbannya.

“kamu selalu ikut dalam perjalananku, dalam hampir setiap saat seperti ini, karena kamu yang punya minggu malamku” lelaki itu ganti menyentuh kelingking si perempuan dengan kelingking kasarnya, yang berkuku hitam penuh kotoran terselip, yang kulitnya pecah-pecah karena kering terlalu.

“dan kamu mengucapkan itu bukan hanya buatku kan?, aku liat kamu tuliskan di status-status orang lain, yang selalu kamu beri inisial gadis lucu” ia tersenyum penuh kemenangan.

“mmmmfhhh… tapi selama ini minggu malamku benar buatmu kan?” ia menggaruk-garuk hidungnya, mulai salah tingkah lelaki itu.

Untuk lelaki itu, hanya si perempuan yang benar-benar ia janjikan minggu malamnya, walaupun ia sering mengucapkan itu pada perempuan-perempuan lain, walaupun kalimat itu seakan-akan sudah ia sampaikan pada banyak orang, tapi si perempuan tetap menjadi prioritas sampai malam ini, dan sampai nanti.

Dan hanya dengan perempuan itu ia banyak bicara tentang dirinya, bukan tentang orang lain, hanya tentang dirinya, karena sepanjang hidupnya ia selalu banyak mendengar, sebab dalam sekian banyak pertemuan ia adalah penampungan tak berbatas, tempat dimana banyak orang membuang sampah-sampah emosi mereka, karena lelaki itu memang tidak boleh banyak bicara, karena Ia berkeyakinan bahwa semakin banyak ia bicara, akan banyak rahasia orang lain yang dipercayakan padanya bisa tanpa sadar terbuka pada orang lain, dan ia tidak mau itu, sudah tertanam dalam dirinya bahwa penyimpan rahasia adalah kredibilitas terbesar dirinya, itulah satu-satunya apa yang menjadi kebangaan dan keunggulan dirinya.

Dan Malam itu berjalan seperti biasanya, lelaki itu memahat lagi warisan-warisan di memori si perempuan, yang selalu duduk tenang mendengarkan, yang sampai saat ini tidak pernah ia ajak dalam perjalanannya, tapi di bagian tersudut hatinya, ia berjanji dengan harga dirinya, akan mengajak si perempuan untuk bersama menikmati mimpi-mimpi petualangan tergilanya.

(untuk kamu surat wasiat berjalanku, yang sebelumnya tidak pernah kutuliskan ceritanya, yang tidak perlu membaca blog ini tapi sudah tahu semuanya secara lebih mendetail, yang akan menyampaikan semua rahasia terbesar diriku , yang tahu semua endapan rasa bersalah di relung hatiku , yang tahu semua fosil perasaan tak sempat tersampaikan di hati kecilku . Hanya saat aku hilang berpulang)

28 agustus 2011, satu malam sebelum melakukan perjalanan 9 hari ekspedisi gn.argopuro - jawa timur

Comments

  1. Hmmm....jgn cuma jadikan dia surat wasiat berjalanmu bro...dia pasti ingin lebih dari itu jadi bagian hidup dan petualanganmu.hargai keinginannya walau sebenarnya mgkn u gk mau dia menderita dlm petualanganmu.tapi biarkan ia mengetahui darah yg mengalir dalam kegilaanmu hehehe beruntunglah u punya seseorang yg bs mengerti diri u,take care her with u love hahaha tuhan memberkati kalian

    ReplyDelete
  2. HHhhmmm.... pernah banget ada di posisi perempuan itu, selalu menjadi pendengar yang baik tanpa lawan bicaranya tahu betapa dia sangat menyayanginya :)

    Sisi lain dari Rio, great post. Have a nice trip there :)

    ReplyDelete
  3. sedih banget gw baca nya *ambil tissue*

    ReplyDelete
  4. ini bagussssss sekali!
    “ ya..ya… aku tahu, supaya nanti saat kamu hilang di tengah hutan rimba saat trekking, hilang jatuh di jurang dalam saat climbing, hilang terseret air saat main arung jeram , hilang tengelam terseret ombak saat main di laut, kamu tidak akan hilang penasaran”

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

kenapa saya keluar seminari ?

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati