Go to lombok with bule(s)—sebagai friend , peer partner, tour guide, private bahasa teacher sekaligus bodyguard---

(“kalian lihat, aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjamin keamanan kalian sepanjang perjalanan ini, tapi kalau kalian tidak bisa mendengar omonganku, aku tidak bisa mencegah seisi terminal ini atau ekstrimis setempat untuk memperkosa kalian dan membakar hidup-hidup, karena kekeras kepalaan kalian, kalian tahu sejak serangan terhadap afganistan dan irak, muncul kebencian yang amat sangat terhadap orang barat”)


5 september, 01.22 ( bus jogja-surabaya)
Hujan turun , aspal-aspal basah indah memantulkan cahaya lampu-lampu jalanan, motor-motor berpenumpang 3 orang dengan barang bawaanya yang tampak overweight bergetar menerjang angin membelah jalanan yang banjir, berbeda dengan penumpang dI mobil-mobil pribadi yang nyenyak tertidur tak terpengaruh, truk-trukpun masih dengan enaknya menghambat jalan karena jalannya yang perlahan.

Keempat bule itu, atau lebih rincinya, keempat perempuan belanda itu sedang tidur gelisah di kursi belakang, aku tidak tahu apa ruang antar kursi di bus ini yang didesain bagi orang asia cukup untuk kaki mereka yang panjang. Aku tidak tahu apa yang mereka pikirkan, atau mereka mimpikan saat ini. Yang aku tahu pasti adalah mereka tdak tahu akan melewatkan malam-malam yang panjang dari kota ke kota sebelum mencapai tempat yang dituju.

Mereka, ya, mereka yang memiliki nama, ilse, ilmy, mikaela dan rukiye. adalah mahasiswa tingkat akhir yang belum ada 2 minggu di indonesia dan baru sekitar 3 hari di jogja. Bersama 4 belanda lainnya mereka datang ke jogja diundang oleh Universitas Sanata Dharma untuk penelitian dan praktek mengajar di SD-SD seputaran jogja.

Dan aku bisa kenal mereka karena tergabung dalam tim peer partner yang di bawah komando langsung kepala BKHLN ( biro kerja sama dan hubungan luar negeri), tugas tim ini adalah membantu mahasiswa-mahasiswa asing (yang berasal dari berbagai negara, mulai dari negara-negara asia seperti jepang, china, vietnam, dan korea. Lalu kawasan eropa seperti belanda,slovakia,polandia dan inggris. Kemudian amerika dan hawaii. Bahkan sampai mahasiswa-mahasiswa negro dari tanzania). untuk mampu “bertahan hidup” di awal masa adaptasi mereka belajar di universitas, mulai dari orientasi kampus, ,menjelaskan makanan-makanan jogja, mengajak main keliling jogja, mengajarkan etika hidup di tengah kultur jawa, menunjukan tempat-tempat penting (laundry, supermarket, warnet etc) sampai membantu mencarikan kos-kosan. Dan yang membuatku bingung untuk bangga atau minder adalah karena aku satu-satunya mahasiswa ekonomi dalam tim itu, sisanya adalah mahasiswa-mahasiswa dari prodi sastra inggris.

Okey, cukup kata pengantarnya, singkat kata 3 hari yang lalu kami bertemu di kampus, awalnya mereka berniat ke kalimantan untuk melihat orang utan,tapi benar-benar tidak tahu bagaimana cara kesana, buta situasinya seperti apa, diperparah sebagian dari mereka tidak fasih bahasa inggris. Akupun sekedar bercerita akan pergi ke lombok, mendaki rinjani dan berendam di kolam air panas danau segara anak, lalu berjemur di pantai senggigi. tapi namanya juga sudah lama di jogja dan sudah menjadi ke-jawa-an, aku kelepasan berbasa-basi mengajak mereka untuk ikut, serius hanya basa-basi, karena aku sangat yakin tidak mau mengajak mereka untuk bergembel ria di stasiun dan terminal.

Keesokan harinya mereka menghubungiku, mereka menanggapi ajakan basa-basi itu dengan serius, ternyata di lonely planet dan buku panduan travelling indonesia yang berbahasa belanda, gunung rinjani dan segara anaknya adalah salah satu tempat must visit, dijelaskan sebagai salah satu alam dan danau yang terindah yang ada di Indonesia, sampai-sampai fotonya menghabiskan 2 halaman sendiri, lebih banyak dari foto-foto lainnya.

Tak kehabisan akal, aku takut-takuti mereka dengan cerita nyata lamanya perjalanan, kendaraan yang tidak nyaman, harus kotor-kotor saat mendaki berhari-hari, bawa backpack berat, tidur di tenda. Tapi mereka sudah terlanjur antusias dengan rencana perjalanan ini, mereka malah sudah berniat malamnya akan membeli perlengkapan pendakian yang dibutuhkan. Dan untuk kali ini, aku benar-benar tidak tega untuk berkata TIDAK.

Keputusan untuk membawa mereka mengubah semua rencana yang sudah matang, rencana awal naik kereta ekonomi Gaya baru malam ke surabaya ( yang murah meriah tapi sepanjang malam harus berdiri berdesak-desakan dan panas, apalagi sudah mendekati lebaran) diganti dengan naik bus eksekutif jogja-surabaya, rencana sambung-menyambung angkot sampai rinjani diganti dengan bus eksekutif langsung surabaya-lombok, yang menyebabkan pembengkakan budget besar-besaran.

Perubahan itu bukan disebabkan karena memperhatikan kenyamanan mereka atau khawatir mereka menderita, karena sudah sejak awal aku jelaskan bagaimana keadaannya, dan itu konsekuensi mereka bila ikut dalam perjalanan ini. Tapi atas alasan keamanan mereka, aku sangat tahu penjamin langsung mereka di Indonesia adalah kepala BKHLN yang telah sangat berbaik hati menerimaku bergabung di tim ini, tidak akan aku biarkan terjadi hal-hal buruk terjadi pada mereka, karena sedikit saja terjadi hal buruk pada mereka maka ia adalah orang pertama yang akan dimintai pertanggungjawaban, jadi aku harus benar-benar menerapkan safety procedure yang sebelumnya untuk diri sendiri saja tidak pernah aku lakukan.

Dan tantangan pertama hadir dan terlewati tadi malam …..

Sudah sejak awal aku tekankan pada mereka, jam.21.00 naik taxi dari hotel mereka di tirtodipuran dan turun di pertigaan janti dekat pos polisi, malah kalau perlu telepon dulu biar aku yang menjelaskan pada supir taxi, tapi ternyata kenaifan mereka menimbulkan kegilaan pertama, ternyata mereka berasumsi jam.21.00 mereka sudah harus ada di tempat, beberapa sms dan puluhan misscall masuk kalau mereka tidak tahu dimana mereka berada dan tidak yakin berada di tempat yang benar karena tidak ada pos polisi di sana.
Kepanikan terjadi, saat di sms mereka bilang berkali-kali keluar masuk bus-bus yang lewat, karena saat bus berhenti di depan mereka, mereka tanya apakah ada rio, sialnya si kernet mengiyakan saja, dan mereka di dalam bus seperti anak hilang memanggil-manggil namaku, lalu keluar lagi setelah tidak menemukanku di dalam.

Aku benar-benar panik, bagaimana kalau sampai mereka dibawa kabur salah satu bus itu dan diturunkan di tempat yang akupun tak tahu dimana, keterangan yang diberikan hanya bahwa mereka menunggu di depan toko oleh-oleh, sampai aku seperti orang gila membawa-bawa carrier besar mengelilingi 3 penjuru pertigaan janti hanya untuk mengecek toko oleh-oleh yang ada disana, dan hasilnya masih saja nihil.

Ternyata mereka ada di timur janti, 300m dari tempat bertemu, dan yang mengejutkan adalah…..packing mereka yang berantakan..tapi yang paling mengejutkan adalah..kejujuran mereka kalau kali ini adalah pertama kali travelling…dengan ala-backpacker…..
And the journey must go on….



6 oktober 00.54 WITA (bus surabaya-mataram)
“kalau sudah sampai sidoarjo sms ya, ntar dijemput” itu kalimat terakhir yang suyan katakan di telepon. Sampai saat itu aku masih tak tahu suyan itu siapa, yang aku tahu adalah dia yang tahun lalu meneleponku untuk menanyakan bagaimana cara masuk ke baduy dalem, selama ini kami hanya contact lewat facebook, itupun tidak sering.dan minggu yang lalu dia minta bergabung bersamaku dan andri untuk mendaki rinjani. Sehingga diputuskan kami akan bertemu di surabaya untuk selanjutnya menaiki bus langsung surabaya-lombok dari terminal bungurasih surabaya.

Sekitar jam 06.00 Dengan muka lusuh aku (dan tentu saja bersama keempat bule itu) turun dari bus di tempat yang telah dijanjikan, dia bersama bapak yang awalnya aku kira supir menjemput dengan kijang merah, dan langsung dibawa ke tempat yang aku kira rumahnya.
Dan mobil kijang merah itu menjadi saksi kalau memang kendaraan di asia tidak didesain untuk ras eropa yang tinggi besar. Aku , ilse dan ilmy harus duduk melipat-lipat bersama tas-tas besar di bagian belakang yang tempat duduknya masih berhadap-hadapan.

Kami dibawa ke komplek perumahan yang cukup bagus, (aku berharap mereka bukan komplotan penculik karena aku memang tidak punya apa-apa, tapi tebusan tingi bisa didapat dari keluarga bule-bule itu hehhehhe) karena Bus berangkat dari bungurasih jam 14.00, tapi kami sudah tiba di surabaya pukul 06.00, sedangkan andrie masih di kereta menuju surabaya dari jakarta.

Kami disambut sangat hangat oleh gege dan keluarga, ternyata orang yang aku kira supir itu adalah ayahnya gege, tante mery ibunya gege, menggendong sky, cucunya, yang blasteran ido-inggris. Menyambut di teras depan.

Sebelum vera muncul, kukira gege yang akan ikut dalam perjalanan ini, ternyata gege adalah teman suyan yang juga bertemu waktu travelling ke pantai sawarna-banten, dia sangat berbaik hati mau menampung kami yang lusuh dan mulai berbau.

Keluarga gege sangat hangat, terutama tante mary, tipikal ibu yang penuh perhatian sehingga tampak cerewet dan mendetail, dan ternyata wanita kelahiran ambon itu bisa berbahasa belanda dan beberapa kali pernah ke belanda, sehingga nyambung lah obrolan dengan keempat bule itu.Sky juga sangat lucu, dan cerdas sekali, di umur dini ia sudah bisa berbahas inggris sama lancarnya dengan bahasa indonesia, dan ia terlihat antusias bermain bersama ilse.

13.00 wib terminal bungurasih
Setiap orang di indonesia pasti tidak percaya saat rukiye (red—ruki’ah) memperkenalkan diri, mereka tidak percaya seorang bule memiliki nama ndeso seperti itu. rukiye beragama islam, gadis fotogenik berambut pirang dan bermata abu-abu itu memang keturunan turki, sehingga cukup wajar kalau namanya kearab-araban. Seperti siang ini, terminal bungurasih sedang sangat ramai oleh arus mudik. Diperparah oleh salah satu produk sarung mengadakan promosi dengan menggelar acara dangdutan di tengah-tengah ruang tunggu penumpang. Saat aku sedang mengecek tiket di loket lain, seisi ruang tunggu tertawa, sesaat sebelumnya aku denger suara khas rukiye bilang “nama saya ruki’ah” ( karena itu salah satu dari beberapa kalimat yang aku ajarkan sepanjang perjalanan jogja-surabaya). Kegilaan itu belum berhenti, tapi baru dimulai, tak lama kemudian miki ikut naik ke panggung, dia ikut karaokean dan berjoget dengan penyanyi dangdut yang sexinya minta ampun. Hal itu benar-beanr menarik banyak orang untuk mendekat ke panggung, seakan tak percaya ada bule yang ikut dangdutan.

Mereka benar-benar menarik perhatian seisi terminal, bule-bule itu tidak mengikuti saranku yang memaksa mereka untuk memakai pakaian tertutup, dengan alasan fungsional kalau hari ini panas, mereka menggunakan tanktop dengan belahan dada yang terlihat, lebih-lebih ilmy yang merasa dirinya sexy, memakai tanktop pink yang udelnya kemana-mana, apalagi setelah miki mendapat souvenir sarung baru dari event ersebut. Sepanjang jalan, tukang es, calo, penjual buah dsb mendekati miki, mereka meminta sarung itu setengah memaksa, akhirnya aku juga (mau tidak mau) dengan hati ciut harus menegur dan beradu omong dengan orang-orang berdialek madura itu.

Kegilaan lain adalah saat bus terlambat 2 jam, mereka mulai gelisah, dan ingin membeli minuman dingin dan makanan, dan demi keamanan mereka aku harus ikut, sudah sejak awal aku peringatkan mereka, supaya jangan makan dan minum di tempat umum karena bulan puasa. Tapi di siang yang panas itu sepanjang jalan menuju bus mereka tetap meminum softdrink dan jus dingin, dengan bebrapa pertanyaan kritis yang berdasarkan kondisi di eropa, mereka menganggap saran-saranku itu tidak rasional. mereka baru mau mendengarkan omonganku saat aku bilang (dalam bahasa inggris tentunya) “kalian lihat, aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjamin keamanan kalian sepanjang perjalanan ini, tapi kalau kalian tidak bisa mendengar omonganku, aku tidak bisa mencegah seisi terminal ini atau ekstrimis setempat untuk memperkosa kalian dan membakar hidup-hidup, karena kekeras kepalaan kalian, kalian tahu sejak serangan terhadap afganistan dan irak, muncul kebencian yang amat sangat terhadap orang barat” (walaupun pada akhirnya aku bilang kalau itu hanya bercanda :p )

Dan begitulah siang tadi, akhirnya tengah malam ini kami memasuki pelabuhan ketapang untuk menyebrang ke bali. Keempat bule itu masih asyik menghapal angka satu sampai sepuluh, sepertinya sepanjang perjalanan ini, aku akan menjadi guru private bahasa indonesia buat mereka.

And the true journey will begin…..

To be continued……………

Comments

  1. hai rio, tampaknya asik banget ya perjalanan kamu ini. ditunggu lanjutannya :)

    ReplyDelete
  2. temen2 lu bandel2 amat ya, susah diatur semua :p

    ReplyDelete
  3. hihihii.. lu kayak penyamun di sarang Mba2 bule. ditunggu lanjutan ceritanya. gw nunggu saat2 bule2 menye-menye itu lu ajak naik gunung hahaha....

    ReplyDelete
  4. Rio, gua udah pernah ngalamin yang kayak gini. Tapi yang waktu itu gua bawa temen gua orang Jerman, sorangan wae.... Tapi tangan2 jahil itu banyak banget... pengen salaman, pengen colek dan pengen nyentuh si bule.

    Sepertinya tugas lu berat Rio. Mungkin terdengar overprotektif, tapi demi alasan keamanan semua risiko memang harus diperhitungkan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

kenapa saya keluar seminari ?

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati