PART.3 ---Go to lombok with bule(s)—sebagai friend , peer partner, tour guide, private bahasa teacher sekaligus bodyguard---


Malam itu aspal basah merefleksikan lampu-lampu temaram di aikmel, suatu pasar, juga suatu persimpangan, buat saya tempat ini adalah pertaruhan. Waktu belum lewat tengah malam tapi embun tipis  sudah nampak menyelimuti daerah itu yang air di selokan meluap jadi banjir setinggi mata kaki.  Rasa-rasanya penduduk setempat sedang asyik di dalam rumah yang hangat menonton TV  tapi saya malah bersitegang dengan si supir tak bertanggung jawab yang awalnya nampak seperti malaikat.

Dia melanggar janjinya, seperti yang saya khawatirkan sejak awal, dengan alasan jalan naik ke sembalun menanjak dan berlumpur maka bus miliknya tidak akan kuat melaju.  Kami diturunkan di tempat ini untuk menentukan sendiri nasib kami malam ini. Belum selesai sampai disitu, ia meminta 70% dari total biaya perjalanan yang sudah kami sepakati di Mataram.

Saya marah, saya murka, tapi di tempat yang tidak saya kenal dan bersama enam perempuan  yang keselamatannya saya jamin maka tetap berkepala dingin adalah keharusan.  Pilihan terakhir diambil, bagaimanapun caranya kami harus sampai di sembalun malam ini.

Dibantu oleh kenek yang mungkin masih merasa bertanggung jawab, saya bertemu dengan pemilik mobil pick-up sayur yang akan pulang  menuju sembalun. Tanpa banyak tawar menawar kami sepakat akan menembus  hutan ditemani hujan di atas mobil bak terbuka miliknya.

Belum selesai saya menata carrier-carrier kami di bak, rukiye mengeluh kantung kemihnya tak lagi bisa diajak kompromi, berdasarkan informasi tak jelas dari supir pick-up,  bermodalkan cahaya senter dari ponsel saya menemani rukiye dan micky menerobos  gelapnya pasar untuk mencari tolilet yang menempel di rumah warga. 

The real culture shock mulai muncul, rukiye gadis manja keturunan Turki yang sejak lahir tinggal di Rotterdam, tidak pernah sekalipun menggunakan WC jongkok, tidak tahu apa fungsi bak dan gayung, dan selalu berpikir toliet tissue tersedia di toilet seluruh penjuru dunia. Dibantu cahaya remang-remang lampu kuning ber-watt rendah, saya memberi kursus singkat penggunaan toilet tradisional dan bagaimana membersihkan alat-alat vital dengan tangan.  “with hand???... are you sure with hand??..” Dia nampak tak bisa menerima saat saya memperagakan cara buang air besar dan final step menggunakan tangan kanan. 

Seselesainya ia mempraktekan kursus singkat part.01 “How To Survive in Indonesia”,  cobaan  belum selesai, kaki kiri rukiye terjerumus ke dalam selokan kecil di dalam pasar, dalam samar-samar cahaya handphone saya menyaksikan lumpur hitam hasil pembusukan sayuran, daging dan sisa-sisa aktivitas manusia melapisi kaki rukiye dari ujung kaki sampai 20 cm di atas mata kaki. Ia histeris, mungkin juga menangis, setelah bersyukur telah berhasil melintasi setengah jalan dari kelamnya pasar kami harus kembali lagi ke toilet tersebut. Untungnya Rukiye tahu cara membersihkan sendiri kakinya.

To be continued…..

Comments

  1. Rio, keliatan banget tulisan kamu semakin berkembang dan matang ya. Suka banget sama alur cerita ini, dari part 1 - 3. Cepeeett publish yg baru. Kita sama-sama berjuang selesein cerbung masing2 yaaa :)

    ReplyDelete
  2. hhmm.. mungkin lu harus bikin video di youtube, semacam tutorial gitu gimana cara menggunakan wc jongkok huahahaa.... keren tuh.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. tulisannya bagus nich,,
    terlihat dari susunan yang tepat dari satu kata ke kata lain,,
    salam kenal sob,,

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

kenapa saya keluar seminari ?

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati