Pentol -Sederhana Menggoda-


Salah satu yang selalu saya rindukan dari Muara Wahau, Kalimantan Timur adalah jajanannya. Ya jajanan   berarti makanan ringan yang biasa dimakan anak-anak sekolah, dijual di depan sekolah, atau di tempat anak-anak biasa berkumpul. Namanya PENTOL. 

Pentol di Muara Wahau bisa berarti dua macam: bakso yang biasa kita makan di pulau jawa dan jajanan yang sangat saya gilai itu.

Pentol yang membuat saya ketagihan ini terbuat dari tepung kanji, dibentuk bulat-bulat kecil, lalu direbus sampai mengeras. Saya mengenalnya saat kecil seperti bastus (baso tusuk), namun bastus yang saya kenal itu lebih terasa daging dan memiliki isi telur atau lemak sapi. Pentol ini rasanya tawar saja, tanpa embel-embel rasa ikan apalagi lemak sapi. Pentol ini dijual per tusuk, satu tusuk berisi empat sampai lima biji. Yang membuat rasanya istimewa adalah saat kita memesan pentol  si penjual akan menggoreng dan melapisi setiap tusuk dengan telor yang sudah dikocok sampai berbusa. Panas-panas keluar dari penggorengan seketika itu juga dicelup ke saos kacang pedas. Kenyalnya pentol, lembutnya salut telur yang lumer di mulut, berpadu dengan saus kacang gurih pedas, yummiieeee… saya  biasa membeli sepuluh tusuk dan menghabiskannya tidak sampai lima menit.

salah satu jenis pentol yang dijual di desa Dea Beaq.


Salah satu penjual pentol paling legendaris se-Muara Wahau adalah lelaki asal malang yang biasa dipanggil Pak Lek oleh anak-anak, tidak ada satupun yang tahu nama aslinya. Pelanggannya bukan hanya anak-anak, mulai dari ibu haji, pegawai negeri sipil, bos sawit sampai supir truk. Mereka berasal dari kelas ekonomi yang berbeda-beda tapi disatukan oleh pentol Pak Lek.

Apa yang membuat pentol Pak Lek juara? Menurut saya saos kacang buatannya sungguh mantap. Banyak transmigran lain yang mencoba peruntungan  dengan meniru usaha Pak Lek. Mereka berinovasi mulai dari ukuran pentol sampai fillet, tapi saos kacang mereka tidak pernah selezat buatan Pak Lek. Sehingga dagangan mereka tidak pernah selaris milik Pak Lek.

Harga satu tusuk pentol adalah seribu rupiah. Belasan kali saya membeli pentol Pak Lek sampai saya tahu trik untuk mendapat bonus. Bila kamu bilang mau beli sepuluh tusuk, maka Pak Lek akan memberimu sesuai permintaan dan kamu harus membayar sepuluh ribu. Tapi bila kamu bilang mau beli sepuluh ribu, maka Pak Lek akan memberimu sebelas sampai tiga belas tusuk. Begitulah, patut dicoba kalau kamu datang ke Muara Wahau untuk mencicipi pentol Pak Lek.

Pak Lek biasa berjualan dari pagi sampai sore hari, sekitar jam empat sore. Ia tanpa lelah menggunakan motor gerobak memutari desa Muara Wahau. Cukup menyiksa bila hujan datang, ia harus menyeimbangkan motor gerobaknya yang berat saat melintasi jalan berlumpur di desa itu.

Jarak dari desa Miau Baru, tempat saya tinggal, ke Muara Wahau sekitar 60 km. Namun, saya selalu bersemangat untuk mengunjunginya dua sampai tiga kali seminggu. Selain bertemu teman-teman yang tinggal disini untuk saling bercerita melepas kepenatan, pentol Pak Lek juga  menjadi motivasi rahasia semangat saya.


Comments

  1. "Bila kamu bilang mau beli sepuluh tusuk, maka Pak Lek akan memberimu sesuai permintaan dan kamu harus membayar sepuluh ribu. Tapi bila kamu bilang mau beli sepuluh ribu, maka Pak Lek akan memberimu sebelas sampai tiga belas tusuk."

    Hahahah otak dagang ya men. tapi gw jadi pengen praktek beli jadinya.

    ReplyDelete
  2. satu pentol seribu, misal dibayar pake uang koin 500an dua biji... dak mau nerima dia, alesannya kalau satu koin hilang, tidak laku lagi uang 500 di sini mas. hehehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati

kenapa saya keluar seminari ?