Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan



Tersebut suatu gang sempit di depan gerbang utara kampus I Universitas Sanata Dharma,  gang tersebut bernama Gg. Pertolongan I. Tidak ada yang tahu asal mula nama tersebut, tapi setiap hari ratusan bahkan ribuan mahasiswa melewati jalan sempit itu. Gang tersebut jarang dikenang, gang tersebut seringkali terlupakan, tetap saja gang itu menyimpan ultra mega terra byte kenangan setiap anak muda yang pernah belajar di kampus-kampus di sekitarnya, terutama Universitas Sanata Dharma. Di gang itu setiap pagi dan siang, pelajar-pelajar tersenyum bahagia karena perutnya terisi sempurna tanpa perlu merogoh kocek dalam-dalam. Di sana mungkin mahasiswa kantong pas-pasan mengajak mahasiswi idaman kencan sambil makan siang, atau pemuda-pemuda patah hati yang coba meredakan luka dan sepi dengan segelas es teh. Inilah gang pertolongan yang legendaris, tidak dirasa tapi berjasa, tidak angkuh tapi merengkuh, tidak mengeluh tapi teduh, tidak mencekik tapi baik.

Dari sekian banyak tempat makan di sana, selalu ada satu warung yang akan mencuri perhatian  bila kita mengunjunginya dari jam tujuh pagi sampai jam sebelas siang. Di depan pintu masuk sebuah rumah sederhana ada antrian mengular seperti pengemis yang menunggu angpao dari bos-bos sipit yang sembahyang di klenteng petak sembilan Glodok, orang-orang menyebutnya Warung Bu RT.

Warung Bu RT adalah warung sederhana yang menawarkan makanan dengan rasa rumah khas Yogyakarta,  sayur yang ditawarkan berbeda-beda setiap harinya, tergantung mood bu RT sebagai chef dan persediaan bahan baku di pasar: sayur sop, sayur tempe kecap, sayur tahu kuning, sayur buncis santan, cah kacang panjang, cah sawi putih dan masih banyak lagi yang namanya hanya diketahui bu RT. Setiap hari akan muncul dua macam sayur yang berbeda, dan satu sayur yang selalu sama yaitu sayur tahu kuning. Jika sayur selalu berubah, maka lauknya hampir selalu sama, di warung milik ibu Rt yang memiliki tiga anak ini disajikan lauk sebagai berikut: telor dadar, tempe kering, mendoan, tahu tempe kuning, bakwan, telur kecap, telur kuning, risoles, martabak, ikan goreng dan ati ampela kecap.

 Tapi di antara semua lauk di atas, tersembunyi satu lauk yang paling sexy dan digilai pria dan wanita, orang-orang menyebutnya Ayam Goreng Bu RT. Ayam ini begitu renyah, tepung yang membalutnya coklat keemasan dan daging di dalamnya kering sempurna, tekstur yang memikat mahasiswa yang berselera bintang lima dengan kantong kaki lima. Saat geraham menggilasnya, seperti sedang dihantam energi tai chi, kelembutan dan kekakuan jadi satu. Dagingnya yang asin sangat cocok dipadukan dengan tempe kecap, saat asin dan manis berpadu maka maka muncul gurih tak terperi. Andai bu RT hidup seratus tahun lebih awal dan bermigrasi ke Amerika, mungkin KFC tidak akan mendunia seperti sekarang.

Tempat makan yang mempromosikan produknya dengan tagline murah dan enak biasanya mengorbankan kuantitas, tapi hal ini tidak pernah disaksikan oleh semua pelanggan warung Bu RT. Satu piring nasi menggunung dengan satu macam sayur, satu tempe, satu ayam goreng dan segelas es teh dibanderol dengan harga Rp. 6.000, 00 (harga November 2013, harga sekarang bisa naik sesuai inflasi atau turun sesuai mood bu RT). Namun selalu ada cara untuk mendapat yang termurah dari yang murah, beberapa mahasiswa super miskin yang kos di dekat warung Bu RT biasa datang jam 11.00 WIB mendekati warung tutup, mereka biasa makan dengan lauk-lauk sisa seperti tempe, telur dadar atau tahu kuning. Mereka biasa mendapat kemurahan hati ibu yang mempunyai satu cucu bernama Alex ini, entah diskon sampai 30% atau dapat bonus lauk ekstra banyak dengan seharga nasi + sayur + tempe.

Seorang mahasiswa yang sangat mencintai masakan bu RT pernah bertanya “Ibu, kenapa tidak buka sampai malam, kan lumayan tuh bisa rame terus dan dapat untung besar”. Bu RT dengan santai menjawab “setiap orang sudah punya rezekinya masing-masing mas, jangan rakus, Tuhan itu ndak buta dan ndak pilih kasih, dia adil bagi-bagi rezeki buat umat-Nya yang berusaha”. Konon, semenjak percakapan itu, si mahasiswa jadi rajin pergi ke gereja setiap minggu. Bu Rt memang tidak berjualan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, bu RT mensyukuri setiap rezeki yang dia peroleh di hari itu. Descartes berkata “Saya berpikir maka saya ada”, maka bu RT bernubuat “Saya memasak maka saya ada”. Bu RT senang bercanda dan berdiskusi (red—bergosip) dengan pelanggan saat menyajikan nasi dan lauk ke piring, terkadang saking asyiknya dia lupa antrian sudah mengular semakin panjang sampai menutupi jalan. Ini menjadi titik lemah bu RT dan senjata rahasia sejumlah mahasiswa “temani bu RT bercanda dan bergosip niscaya bonus lauk atau diskon kamu dapat”.

Seorang mahasiswa fakultas ekonomi pernah penasaran apa rahasia bisnis bu RT sampai bertahan begitu lama dengan  produk yang enak, banyak dan murah. Spionase bisnis dijalankan, dia sempat curiga apa daging dan lauk yang dipakai tidak segar, namun hipotesanya patah. Suatu pagi dia mendapati bu RT sedang memeriksa ayam yang dibawa oleh Butcher langganan, dia hanya memilih daging yang segar, begitu juga sayurnya. Berikut hasil penelitiannya: Bu RT tidak menyewa tempat berjualan (warung adalah rumah), bu RT tidak membayar pegawai (pegawai adalah suami & anak lelakinya), bu RT tidak ambil margin laba tinggi (dia sudah tidak punya tanggungan apa-apa, anak-anaknya sudah lulus dan punya penghasilan), bu RT senang bertemu orang (untung atau rugi jadi tidak terlalu masalah asal setiap pagi dia senang).  Semua fakta di atas membuat production costnya rendah dibanding pesaing di sekitarnya yang mesti membayar pegawai dan menyewa tempat, beberapa bahkan mengeluarkan biaya pemasaran yang besar.

Siapa suami bu RT? Tentu pak RT, seringkali kita bisa melihat cinta mereka yang hangat dan saling melengkapi. Bila Bu RT bertugas memasak dan menyajikan makanan, maka pak RT ikut serta dalam membuat dan mengantarkan minuman serta mengambil piring dan gelas kotor dan merapikan meja. Pak RT yang hampir berusia 80 tahun seringkali kurang cekatan dalam membuat minuman, juga berulang kali lupa dan salah mengantarkan minuman. Bu RT selalu ngrasani Pak RT. Namun,  pak RT yang saat muda bekerja sebagai gardener di Universitas Sanata Dharma, malah mengarang cerita dan merangkai lelucon yang memaksa bu RT tersipu malu. Kesalahan-kesalahan kecil yang menghangatkan hubungan mereka di usia yang semakin senja.

Pada medio 2012  mahasiswa-mahasiswa pelanggan warung bu RT patah hati, kenapa? Banyak dari mereka yang menaruh hati pada mbak Nana, anak bu RT yang cantik, dia sering membantu ayahnya merapikan meja sehabis pulang kuliah. Tragedi dimulai saat dia menambatkan hati dan menikah. Namun, apa daya cinta saat dibenturkan pada kombinasi rasa lapar dan kantong tipis, sehancur-hancurnya hati  mereka, tetap saja mereka kembali makan di warung bu RT.

 Bakat masak Bu RT tidak datang dari langit, bakat dan tempaan itu datang dari keluarga besarnya sampai ia cukup matang untuk  keluar dari keluarga untuk solo fighting di dunia perwarungan Mrican. Warung Pak Warno yang terkenal adalah asal muasal bu RT, di sana adik-adiknya yang memperjuangkan warung tersebut untuk selalu menjadi salah satu pilihan makan yang murah dan enak. Jika malam tiba, di tepi jalan Gejayan dekat pertigaan ke Universitas Sanata Dharma, tersebut lesehan gudeg terkenal yang bermerk Gudeg Bromo, masuk list favorit trip advisor, chefnya yang dijuluki Bu Tekluk, adalah kakak Bu RT.

“saya suka ndak tega kalau liat mahasiswa cuma makan nasi pakai tempe, dia pasti sudah ngga punya duit” ungkap bu Rt pada suatu siang. Bu RT memiliki sifat keibuan yang tinggi, mungkin itu juga kenapa dia tidak pernah mematok harga makanannya terlalu mahal, dia senang melihat anak-anak muda makan dengan lahap, juga memberi saran-saran kesehatan kepada mahasiswa yang mengeluh kurang enak badan. Kebaikan seperti pedang bermata dua, kepeduliannya tersebut sering kebablasan sehingga cenderung kepo dengan urusan mahasiswi yang kost di lantai dua warungnya, juga mahasiswa-mahasiswa beken dan keren yang kos milik Pak Djiman yang hanya dipisahkan oleh warung bu RW. Namun, semua tetap mencintai bu RT dan masakannya. Walaupun hanya sedikit yang tahu siapa nama asli bu RT, masakannya telah membawa banyak kepala menjadi sarjana yang (semoga) berguna bagi nusa dan bangsa, ya kalau tidak, minimal berguna bagi dirinya sendiri.

Seorang mahasiswa pernah berujar “semoga bu RT yang sudah tua tetap panjang umur, minimal sampai saya lulus kuliah”.

Apa kamu warga Sadhar mrican? Bagaimana pengalamanmu dengan bu RT? 




(based on six year of empiric research, from 2007-2013)

Comments

  1. 6 ribu...murah banget ya, di sini gak bakalan dapat makan dengan duit segitu..

    ReplyDelete
  2. iki mesti laris tenanan mas rio..

    ReplyDelete
  3. sbenernya org bisnis warung makan itu untungnya banyak loh dan bisa numpang makan juga. Angkringan deket kantor gw tuh tiap bulan untung bersihnya 6 juta. Kalo kata temen gw orang padang, itulah alasannya org padang yg merantau banyak buka usaha rumah makan.

    ReplyDelete
  4. Semoga sekeluarga bu RT tetap diberi kesehatan dan rezeki yg melimpah. Hal yang tak pernah terlupakan dan warung bu RT selalu ngangenin. Terimakasih bu RT masakan nya setiap pagi enakkk....

    ReplyDelete
  5. Woghhh mantep nih, jaman kuliah kalau pagi wajib kesana ( kalau sore angkringan ramto depan sadhar ^ ^ ), sekalian belajar budaya antri walaupun tetep aja ada yg suka nyerobot antrian hahahahhaa murah meriah walaupun udah mulai banyak saingan ^_^

    ReplyDelete
  6. yo yo yo...belinya jam 11 siang, hampir habis, harga murah tambah lauk ekstra. almuni Djiman Boarding House pasti sueneng, hehe...

    ReplyDelete
  7. Wah, kampus saya di Sanata Dharma Paingan. Baru tau saya ada warung makan ini. Perlu dicoba. Hehehe

    ReplyDelete
  8. telor kecapnya enak banget,,,,

    enakkk bangett

    ReplyDelete
  9. dari 2005 saya sudah makan disitu, saat itu seharga 3000 udah dapet nasi sayur tempe, minum air putih,,, hehe,,, jadi kangen masa kuliah,,, salut buat yg nulis,, mengingatkan kembali cerita lama yang indah tentang bu RT dan kampus tercinta Sadhar..

    ReplyDelete
  10. Benar2 mengingatkan kembali masa kuliah dulu. Warung makan andalan saat pagi tiba. paling favorit telur dadar dan tahu kuningnya, jempol bgt rasanya...jadi kangen masakan bu RT

    ReplyDelete
  11. Benar2 mengingatkan kembali masa kuliah dulu. Warung makan andalan saat pagi tiba. paling favorit telur dadar dan tahu kuningnya, jempol bgt rasanya...jadi kangen masakan bu RT

    ReplyDelete
  12. Kangen masakan Bu RT. Dari tahun 2002 sudah merasakan enaknya masakn Bu RT dan masih inget kalau makan antri

    ReplyDelete
  13. Kangen banget masakan bu RT ini. Ga ada yang nandingin sama sekali...bu RT sekarang masih ada ga ya??

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

kenapa saya keluar seminari ?

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati