Saujana Hutan Bakau Bali




Siapa sangka di dekat Simpang Dewaruci yang padat dan bising tersembunyi Wisata Hutan Mangroove yang hijau dan menenangkan. Siang itu, saya masih menikmati hari-hari pertama sehabis menerima gaji, ditemani buku baru dan segelas kopi di restoran waralaba Donat dan Kopi di Mall Galeria, saat seorang teman mengajak saya untuk mengunjungi Hutan Mangroove. Senyaman-nyamannya kafe dengan penyejuk udara saya lebih memilih syahdu angin dan hijau daun dari alam. Segera saya sanggupi ajakannya.



Saya tidak pernah menyangka lokasi Hutan Mangroove yang dia maksud hanya beberapa ratus meter dari Mall tempat saya bersantai. Selepas Simpang Dewaruci yang panas dan padat kendaraan, saya menuju Jalan By Pass Ngurah Rai dan segera menemukan jalan masuk di kanan jalan. Setelah menemukan tempat memutar terdekat akhirnya saya masuk ke gerbang tempat wisata ini. Atmosfer berubah seketika, dari jalanan yang bising dan diapit bangunan beton menjadi jalan sempit berkelok dengan hutan di kiri kanan. Dua kali kami menjumpai biawak yang tiba-tiba menyebrang jalan. Burung-burung asik bertengger sambil menunggu mangsa di air payau. Damai, kata yang bisa mendeskripsikan tempat ini.

Kita bisa masuk ke hutan utama setelah membayar retribusi sebesar Rp. 5.000,00, kita tinggal menyusuri trek dari kayu yang berdiri sekitar 2 meter dari permukaan lumpur. Kondisi seperti ini membawa kembali kenangan ketika menyusuri desa Dea Beaq, Muara Wahau, Kalimantan Timur. Tempat ini menjadi pilihan keluarga untuk liburan juga muda-mudi untuk berkumpul. Malah di beberapa sisi, orang ramai memancing ditemani burung-burung yang memiliki niat sama, ikan hasil tangkapan mereka tidak terlalu besar tapi banyak. Hal ini tidak aneh, selain melindungi wilayah pesisir dari erosi dan cuaca yang ekstrim, hutan bakau juga menyediakan area pembibitan utama bagi ikan-ikan dan rumah bagi berbagai jenis satwa lainnya, termasu di antaranya burung-burung air dan kehidupan satwa laut.

Di tengah trek terdapat menara pantau untuk melihat hamparan hutan bakau yang tidak lagi luas, pembangunan jembatan layang yang membelah laut untuk mengurangi kemacetan di kota  telah mengorbankan sebagian hutan mangroove. Hal ini mirip seperti di penjuru negeri ini, hutan bakau dikorbankan untuk tambak dan kebun kelapa sawit, bahkan untuk dijadikan kayu bakar.

Ketika maghrib menjelang, saya habiskan trek ini menuju gerbang untuk pulang. Di sisi yang kering sepanjang trek kepiting berwarna-warni berjemur sambil menggerak-gerakan capitnya  seakan melambaikan tangan mengucapkan selamat tinggal. Semoga hutan ini tetap lestari.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

kenapa saya keluar seminari ?

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati