Pengantar Dari Akhir Pencarian
Sewaktu
kami, 12 orang mahasiswa, memutuskan untuk mendaftarkan diri di
Social Business and Development Programme 3, kami tidak
terlalu tahu apa yang sebenarnya akan kami lakukan. Bayang-bayang
Kalimantan di benak kami yang kebanyakan lahir dan besar di pulau
Jawa tentu saja hanya pulau besar luas yang ditumbuhi hutan hujan
basah maha lebat yang sampai cahaya matahari pun sulit masuk.
Menjelang seleksi dan wawancara kami masih juga ragu apa yang
sebenarnya kami lakukan. Butuh keberanian besar untuk berkata mau dan
mampu pergi jauh dari comfort zone selama ini, ke tempat yang tidak
pernah terbayangkan dalam benak sebelumnya.
Suatu
waktu kami bertanya pada seorang dosen “apa yang harus kami lakukan
di Kalimantan?”, dia dengan lugas menjawab “tugasmu sederhana,
kamu hanya perlu menolong orang-orang agar mampu menolong dirinya
sendiri”. Terdengar sederhana, tapi tidak sesederhana itu setelah
kami tiba di medan sesungguhnya.
Rasa
penasaran dan khawatir bersinergi untuk membuat kami terus semangat
mengikuti pembekalan yang diadakan oleh LPPM USD selama 6 hari.
Disana kami belajar banyak hal yang tidak pernah kami dengar
sebelumya. Mulai dari manajemen konflik, analisis budaya,
result-based management dan masih banyak lagi. Di sana juga kami
memperoleh sedikit gambaran mengenai desa-desa yang akan ditempati.
Kami mendapat pelajaran dasar paling berharga tentang
kewirausahaan dan perusahaan-perusahaan sosial yang akan kami bawa
sepanjang hidup kami, tentang bagaimana manusia yang berbagi tidak
akan pernah kekurangan. Terlintas ucapan seorang pemateri di benak
kami , yang kami bawa selama berproses selama 3 bulan “dengan
berbuat untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat banyak, menjadikan
masyarakat tidak berkekurangan, maka anda akan ada di dalamnya dan
dipastikan tidak akan berkekurangan”.
Ada
pelajaran berharga lain yang kami peroleh dari proses ini, yaitu
untuk mengubah orang lain yang pertama harus dilakukan adalah
mengubah diri sendiri. Datang di tempat yang jauh dari nyaman, adat
istiadat yang baru, situasi masyarakat yang berbeda, konflik nyata
dan tekanan perusahaan. Hal-hal itu sempat membuat kami berubah
pikiran “bagaimana kami bisa menolong orang lain, menolong diri
sendiri saja tidak mampu”. Akan tetapi, kehangatan dan penerimaan
masyarakat, melihat harapan mereka untuk hidup yang lebih baik,
melihat ketidak adilan yang mereka terima, seketika memacu kami untuk
segera bangkit dan kuat.
Berproses
bersama masyarakat dan CSR perusahaan selama 3 bulan, kami menemukan
“energi sosial” di tengah masyarakat yang akan bisa membawa
perubahan ekonomi-sosial yang datang dari mereka sendiri sejauh para
pengambil kebijakan, pemimpin, perencana, manajer, dan penggerak
masyarakat memahaminya. Sayangnya, semua orang yang memiliki potensi
itu lebih mementingkan dirinya sendiri, termasuk staff-staff CSR yang
bergesekan langsung dengan masyarakat.
Hal
terakhir itu perlu mendapat perhatian serius, bagaimana bisa
staff-staff CSR di lapangan yang seharusnya menjadi ujung tombak
dalam pemberdayaan malah cenderung ikut menindas masyarakat kecil
bersama-sama pemangku kepetingan desa, hanya demi kepentingan nama
mereka semata dan stabilitas semu.
Di
tengah masyarakat yang mulai menjadi apatis akan niat baik perusahaan
untuk memberdayakan masyarakat, karena terlalu banyak janji yang
tidak ditepati dan terlalu sering kerugian yang mereka terima. Masih
ada masyarakat yang percaya perubahan yang besar bisa dilakuan dengan
tindakan-tindakan kecil dahulu. Disitulah kami ada bersama
orang-orang yang masih percaya untuk berusaha, mengubah diri sendiri
untuk mengubah orang sekitarnya. Agar lebih berdaya, lebih
bermartabat , lebih berani melawan ketidak-adilan, berani untuk
keluar dari kemiskinan dan berani untuk menentang penindasan pemilik
modal. Demi masa depan masyarakat luas yang lebih baik.
Pramudya
Ananta toer pernah berkata “menulis adalah bekerja untuk
keabadian”. Oleh karena itu kami menulis laporan tentang apa yang
kami lihat, rasakan, pikirkan dan lakukan. Semoga apa yang kami
lakukan bisa menjadi refleksi generasi nanti tentang arti berbagi dan
arti berani berjuang . Walaupun nanti Social Business and
Development programme tidak ada lagi, kami harap semangat segelintir
masyarakat di Muara Wahau untuk menolong diri sendiri agar mampu
menolong orang di sekitarnya ini tetap abadi.
Sebuah Kata Pengantar
dibuat untuk Laporan Analisis Sosial
Masyarakat Dayak Wehea, Kutai dan Dayak Kayan
di Muara Wahau - Kalimantan Timur
Sebuah catatan tentang ketidakadilan, kerusakan alam dan degradasi budaya
akibat menggilanya perusahaan kelapa sawit
Selain result-based management, issue-based anaysis juga perlu dikembangkan mengingat masalah dan struktur sosial serta budaya di setiap komunitas tidak selalu sama. Selain itu, mereka yang bersentuhan dengan masyarakat sepatutnya berfungsi sebagai katalis, bukan sebagai pelaku. Let the community decide and act pursuant to what they want, outsider is not the decision maker. Sehingga, masyarakat bisa memiliki ownership terhadap sebuah kegiatan.
ReplyDeleteJust my simple thought, eh laporannya kalo sudah selesai, tolong di share yah
mudah-mudahan bermanfaat bagi mereka. di satu sisi saya berpandangan bahwa sebaiknya kita tidak mengusik suku-suku terasing yang sudah hidup dengan budayanya sendiri selama ratusan tahun. tapi, kalau dipikir-pikir lagi, tidak etis rasanya membiarkan sebagian masyarakat RI terbelakang dalam semestanya sendiri. sebagai negara, seluruh bangsa yang mendiaminya harus maju bersama.
ReplyDeleteya, semoga programnya lestari. :)