Monggo Mampir, Mengudap Rasa Secara Jogja
#008
“Tidak
ada lagi yang menarik di Jogja setelah saya tinggal dan berdinamika
di kota ini lebih dari lima tahun”
Yup,
lima tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengenal keseluruhan kota
ini. Saya merasa dari setiap cafe yang tumbuh dan gugur, tempat makan
terkenal aneka rasa, warung-warung favorit pernah saya coba. Sehingga
tidak ada lagi hasrat untuk menyelami kota ini.
Namun,
di sore hari yang bersenandung rasa bosan saya kembali menuju toko
buku Gramedia untuk membaca buku-buku baru dengan gratis. Saya
menemukan buku yang membuat hasrat berpetulang di Jogja membuncah
lagi.
Buku
tersebut berjudul Tempat
Makan Legendaris di Jogja - Monggo Mampir mengudap rasa secara
Jogja'.
Buku ini ditulis oleh Syafaruddin
Murbawono
dan Butet
Kertaradjasa
sebagi inspirator dan among raos.
Yup,
setelah membolak-balik buku ini kesadaran bahwa saya belum sungguh
mengenali kota ini segera muncul ke permukaan. Buku ini
mendeskripsikan tempat-tempat makan yang sudah ada sebelum dan/atau
semenjak Butet kecil yang masih bertahan sampai sekarang. Dilengkapi
foto-foto dan narasi sejarah yang mengalir, buku setebal 240 halaman
full colour ini begitu lezat dibaca.
Buku
ini menginisiasi petualangan baru saya, membuat rentang waktu
mengerjakan skripsi jadi lebih berwarna.
Mulai
dari martabak Internasional Martabak telor pertama di Yogyakarta,
berlokasi di alun-alun utara, sudah berdiri sejak 1910 oleh keluarga
turunan Pakistan dan sudah bertahan sampai generasi ketiga, rasanya
sangat khas karena mengandung bumbu kari. Esok malam diteruskan
dengan martabak rahayu, keunikannya dari martabak telor ini adalah
dari teksturnya yang berlapis dan bertumpuk.
Dilanjut
dengan tempat-tempat yang sebelumnya pernah saya kunjungi sebelum
membaca buku ini: sate Klathak di Imogiri, ayam kampung Tojoyo di
jalan Solo, warung es Sido semi dan sate karang di kota gede, SGPC bu
Wiryo di kompleks UGM, soto miroso “soto presiden” di SBY, mie
Kadin “mie Soeharto” di jalan paku alam, Brongkos handayani di
alun-alun utara, brongkos bawah jembatan sasak di jalan magelang,
Gudeg permata di depan bioskop permata dan Gudeg Pawon di jalan
Janturan dan masih banyak lagi.
Serta
tempat-tempat yang belum pernah saya dengar sebelumnya seperti: sate
kambing pak Dhakir yang ada menu nasi goreng “butet”, gado-gado
bu teteg yang ulegannya berdiameter hampir 1m, gado-gado pasar atas
Beringharjo, Soto “biasa saja” di depan McD Sudirman, Gudeg
Kranggan di dalam pasar, dan masih banyak lagi.
Dan
hampir semuanya sudah lebih dari setengah abad berdiri menjaga cita
rasa kuliner kota budaya ini.
Sampai
saat ini saya baru mencoba sepertiga tempat dari yang disarankan buku
ini. Masih ada 68 tempat lagi yang sangat layak dicoba untuk mengenal
sejarah kuliner Yogyakarta. Bila kamu merasa bosan mengunjungi
Yogyakarta, sepertinya kamu perlu membaca buku ini.
Selain
itu, sayapun selalu siap menemani berkunjung ke semua tempat ini... (
ditraktir tapi wuahahahahhaha)
wuahh... makin menggila wiskul di yogya gara2 buku ini. thanks!
ReplyDeletethats what I love about Yogya... Yogya itu kota yang ngangenin hahaha. Damn, kalau gua ke Yogya, rio kudu nemenin yah. Sepertinya bulan depan saya akan ke Yogya :D Insya Allah
ReplyDeletentar kalo ada diskonan beli ah. :p
ReplyDeleteudah ada di gramed ya? target di beli bulan depan nih :D
ReplyDeletewahh,, jadi pengen hunting2 kuliner d Yogya...
ReplyDeleteakuh mau semuanyaaah.. tapi tapi tapi dietku T__T
ReplyDelete