Penelepon misterius Penganggu Tidur
#003
Hari itu saya terbangun di antara pagi
dan siang hari, di moment antara dingin pagi yang menusuk tulang dan
terik siang yang membakar kulit, karena ponsel berbunyi tanda satu
pesan singkat masuk. “pagi mas, saya Ari HC, boleh saya telepon?”.
Saya yang masih setengah sadar hanya bisa menjawab alakadarnya “ya”.
Waktu itu saya pun masih belum menyadari apa arti HC di belakang
namanya, untuk apa dia menelepon. Yang saya acungi jempol adalah
sopan santunnya untuk sadar bahwa sebagai orang asing dia mengganggu
tidur lelap orang yang ditelepon, oleh karena itu saya tidak ragu
memenuhi permintaannya.
Namanya Ari, member dari
hospitalityclub.org, dia menemukan nomor telepon saya dari akun
tersebut karena saya termasuk anggotanya. Dia bertanya apa tempat
saya available untuk ditempati seorang pejalan, temannya, yang
bernama Ariel Hoffman, selama beberapa hari. Sebelum saya bertanya
lebih lanjut sepertinya dia sudah mengerti akan kemana arah
pertanyaan saya.
Dia menerangkan bahwa temannya ini
berasal dari Amerika, mereka berkenalan di couchsurfing.org, sudah
tinggal di rumahnya selama hampir tiga minggu sehingga sangat bisa
dipercaya. Nah, temannya tersebut sudah dari tiga puluh menit yang
lalu berangkat menuju jogja naik kereta Prambanan Ekspress, dia sudah
request beberapa member untuk hosting tapi sampai detik terakhir
tidak ada jawaban sehingga orang tersebut akan luntang-lantung di
Yogyakarta mencari penginapan. Di detik terakhir pula Ari menemukan
akun saya, oleh karena itu dia coba-coba menghubungi siapa tahu saya
bisa membantu temannya.
Saya menyanggupinya. Namun, masalah
selanjutnya muncul, temannya ini tidak memiliki nomor untuk
dihubungi. Ari hanya memberikan ciri-ciri fisik temannya itu yaitu:
mengenakan kaos cokelat dan celana pendek, postur tubuh 160 cm,
berjenggot tipis dan berambut coklat. Jadi saya harus menjemput ke
stasiun tugu dan mencari orang dengan karaktersitik seperti itu. Itu
berarti hanya keberuntungan yang bisa mempertemukan kami, jika tidak
berjodoh kami tidak akan pernah bertemu.
Sejujurnya, kalau saat itu saya dalam
keadaan sadar, saya akan pikir-pikir dulu untuk menyanggupinya. Bukan
karena tempat saya tidak bisa ditempati, tapi probabilitas bertemu
kami sangat kecil. Lebih besar kemungkinan kami tidak bertemu,
kenapa? Karena stasiun tugu memiliki dua pintu keluar, prameks datang
setiap 20 menit sekali, dan sebagai stasiun utama tentu saja banyak
orang lalu lalang disana. Saya akan tergesa-gesa menuju ke stasiun
yang berjarak 25 menit dengan motor. Saya akan menunggu dan mencari
dalam ketidakpastian.
Namun, karena setengah mengantuk dan
tidak berpikir panjang maka langsung saya tancap gas motor menuju
stasiun tugu. Disinilah momen saya percaya ada yang namanya faktor X.
Saya biasa memarkir motor di parkir selatan, entah kenapa siang itu
karena setengah sadar saya salah ambil jalan sehingga harus lewat
jalan mangkubumi yang berarti harus menaruh motor di parkir utara.
Setibanya saya di gerbang parkir, saya lihat lelaki yang sesuai
dengan petunjuk tadi. Setengah ragu saya tanya “are you Ariel
Hoffman?”. “yes, i am” jawabnya cepat. “ i am Rio, Ari's
friend, i came here to pick you up to my place”. Dan berangkatlah
kami menuju kos-kosan panas-kumuh-berisik di dekat Universitas Sanata
Dharma, yaitu tempat saya tinggal. Kalau saya tidak salah jalan,
tentu saya tidak akan pernah bertemu dengan orang ini.
Dalam perjalanan naik motor saya cuma
bisa tertawa-tawa, dalam hati bergumam “ari's friend? Siapa Ari?,
bisa-bisanya gw ngaku temen Ari, kenal orangnya aja kagak, klo dia
tanya teman darimana? Gw mau jawab apa ya?”.
- - - -
Seperti orang yang baru pertama kenal,
ada kecanggungan berdiri angkuh di antara kami. Ariel yang kaget ada
orang tak diperkirakan akan menjemput dia dan “menculik” dirinya
ke tempat yang kurang beradab. Sedangkan, saya sama sekali buta akan
profil orang di hadapan ini yang lebih kecil dari bule-bule yang
biasa saya temui.
Sesaat dia membuka tasnya, mengeluarkan
boks kue lalu menaruh di hadapan saya.”ari's mother gave me this,
a bunch of cake, i can't it all by myself, let's eat together”.
Makanan yang enak bisa mencairkan suasana, disitulah kami mulai
mengobrol untuk mengenal satu sama lain.
“ i am not really American, i am
Israeli. So i am Jew, ” tegasnya. “maybe my religion worried him
so he tell you that i am american”. Lanjut Ariel. “wow, ini nih
satu agama sama Yesus, akhirnya bisa juga ketemu orang Yahudi”
guman saya girang dalam hati.
Dia bercerita, sebelum ke Indonesia dia
sudah mengelilingi Eropa, China dan Asia tenggara, tidak sendirian
tapi bersama pacarnya. “ i have two passport, U.S and Israel. But
not my girlfriend, she only has israel passport, so i could enter
Indonesia and my girlfriend went home. Saya cukup terheran-heran apa
pekerjaannya sampai bisa keliling dunia begitu lama dan jauh. “for
1 years, in U.S, i worked 18 hours per days, 7 days per week, so i
saved enough money for 3 years traveling”. Ia coba menjelaskan.
Saat itu, saya sedang tergila-gila
musik klasik, di PC tersimpan MP3 karya Rachmaninoff, Vivaldi,
Mozart, Bethoven, Bernsteim dan masih banyak lagi. Saat saya
memutarnya di malam hari “ i am amazed that you play this pieces,
this is the first time i hear since i left Israel”.
Di malam itu juga saya menemukan Ariel
studi musik klasik di Israel dan kenapa dia menyiapkan waktu begitu
lama untuk tinggal di Solo dan Yogyakarta. Dia datang untuk melihat
pertunjukan gamelan secara langsung di tanah asalnya.
“My university has a set of Gamelan,
and we have an expert in Gamelan music, he learned it in Netherland”
terangnya.
“but he said, originally gamelan came
from Java,so i came here te see it by myself, not only the
performance but the culture and belief around it” jelas Ariel
lugas. “classic orchestra and gamelan is similiar, all instrumen is
played by the rythem itself, but the differences can make a good
simphony”.
Dan malam itu, sambil berbaring
bersebelahan, Ariel banyak bercerita tentang pengarang, sejarah dan
makna dari setiap lagu klasik yang sedang diputar. Sampai kami lelah
dan tertidur
- - - -
“most israeli don't want a war, and
we don't hate moslem people as many indonesian people believed, our
people has many religions. Jews, Christian, Moslem, Sikh and many
more. War is only politic and our politicians are suck” terangnya
lugas. Sore itu kami duduk di Km.0 depan benteng Vredeburg, melepas
lelah setelah dari pagi hari kami melihat pertunjukan gamelan,
berkeliling dari Keraton Yogyakarta sampai pura Pakualaman, jalan
kaki.
Malam hari, saya ajak Ariel untuk makan
gudeg, dia menyukai tempe garing tapi kurang suka dengan kreceknya
“it's too spicy for me”. Tentu saja, buat sayapun yang terbiasa
menyantap makanan pedas bisa berkeringat sehabis menelan krecek itu,
apalagi Ariel yang tidak terbiasa pedas.
Hari selanjutnya, saya bawa dia
berkeling tempat-tempat must visit jogja seperti Kaliurang, parang
tritis, candi prambanan. Dan tentu saja wisata kuliner dari mulai:
siomay, batagor, nasi kucing, nasi pecel, mie aceh, bakmi jawa,
brongkos, sate kambing, urab. Saya sejak awal sudah mempersiapkan
hati, mungkin dia akan tidak suka, tapi minimal dia pernah mencoba
sekali seumur hidupnya, dan dia selalu menghabiskan setiap makanan
yang terhidang. Mungkin tinggal di rumah Ari sudah membuat lidah dan
perutnya terbiasa dengan makanan Indonesia.
Pada hari keempat, dia meninggalkan
Jogja menuju Bali, menggunakan kereta ekonomi Sri Tanjung jurusan
Jogja-Banyuwangi. Saya harap kunjungan ke Jogja selalu berkesan
seperti kesannya akan Solo dan Ari. Ari telah menunjukan keramahan
keluarga Indonesia padanya, seperti yang Ariel seringkali ceritakan.
selepas kereta ekonomi itu meninggalkan
Jogja. Segerombolan rasa sepi menabrak diri. 4 hari 3 malam bersama
berbagi cerita di dua kehidupan yang berbeda tentu meninggalkan
kesan. Namun, ada satu hal yang harus saya lakukan.
Yaitu, bertemu dengan sosok misterius bernama Ari.......
To be continued
bah si ariel itu murahan banget, mau aja lgs diangkut naik motor sama cowo keriting bwahahahaaa
ReplyDeletei got a goosebumps when reading this story! XD
ReplyDeleteit must be one of your very extra ordinary experiences. nice share
Wah seru ceritanya. Saya juga punya teman Israel 3 orang, tanyain masalah Kosher ke dia pasti seru deh :)
ReplyDeletePengalaman menarik banget...
ReplyDeleteSaya sendiri masih merasa takut join HC karena takut nggak konek sama tamunya. Tapi dari artikel ini saya blajar untuk mengerti bahwa pada dasarnya semua orang Bisa kalau ada kemauaan dan mungkin faktor X hehe :)
nice story, bro.
ReplyDeleteWah bener bener hospitality member sejati :)
ReplyDeleteSalut sama takdir yang mempertemukan kalian di stasiun.....
I have some Israeli friends, they are mostly nice kok :)
As usual komen Mila selalu diluar perkiraan banget -___-"
ReplyDeleteapakah itu aku? huehehehe
ReplyDeleteorang2 yg saya host rata2 jews dan atheists. Dan ga pernah ada masalah, malah seru bisa saling sharing danM membangun persahabatan.
ReplyDeleteaiiihhh bikin terharu. people come and go, memories stay forever.
ReplyDeleteitu tidur berdua sebelah-sebelahan pake acara elus2an or peluk2an gak? LOL