Mendekati si Anak Untuk Merebut Ibunya



menemani anak-anak nongkrong di jamban mengapung.

Satu hal yang saya percaya sebelum saya berangkat ke Kalimantan Timur adalah: Untuk mendorong perubahan sosial ekonomi di manapun, perempuan adalah yang pertama kali harus digerakan. Dari banyak tulisan yang saya pernah baca, perubahan social ekonomi di semua Negara dunia ketiga dimotori oleh perempuan. Namun yang menjadi pertanyaan susulan adalah “bagaimana saya mengambil hati perempuan di sana, sebelum bisa menggerakan mereka?”

 Melalui obrolan panjang dengan salah satu rekan saya di Jogja, seorang aktivis di LSM Perempuan, saya menemukan jawaban,  pintu gerbangnya adalah melalui anak-anak mereka.

mengajari anak-anak kelas 5 SD di Rumah Belajar.
Jadi hal yang pertama saya lakukan setibanya di Kalimantan adalah berusaha mendekati anak-anak kecil. Mulai dari aktif mengisi kegiatan di rumah belajar, ikut mereka bermain di lapangan sampai ikut nongkrong saat mereka mandi di sungai. Setelah mereka cukup dekat dengan kami, mereka biasanya mengajak kami ke rumah mereka, entah untuk bermain atau membantu mereka mengerjakan pekerjaan rumah.

Seorang ibu biasanya sangat senang bila ada seseorang yang peduli terhadap anak-anak mereka, itu yang saya alami disana. Kesan positif itu membuat kami mudah mengajak perempuan disana untuk ikut Focus Group Discussion yang kami adakan. Pendekatan untuk membulatkan suara di forum jadi lebih muda melalui pendekatan secara individual di rumah-rumah itu. Sambil bermain dengan anak mereka juga meyakinkan ibunya akan besar manfaat pengembangan ekonomi mikro di desa tersebut.

Wigit, diajari berenang di kali oleh anak-anak

Mendekati anak-anak di desa kami susah-susah gampang, hal terpenting adalah bagaimana kami mencuri perhatian mereka di pertemuan pertama, supaya mereka bisa kami ajak  bermain dan mengobrol. Karena saat mereka asyik dengan permainannya, kami yang berada di dekat mereka rasa-rasanya seperti angin lalu.

Salah satu trik yang saya lakukan adalah mengajak beberapa  foto bersama , saya menggunakan aplikasi Photo Booth di Ipad (terima kasih kepada pacar saya yang meminjamkan Ipad selama 3 bulan disana).  Mereka semua akan terkejut, tak percaya, lalu tertawa terbahak-bahak melihat rupa mereka yang ganjil di layar Ipad. Hal itu terjadi karena saya menggunakan mode Kaleidoscope, squeeze, twirl sampai stretch di setiap sesi foto. Hal tersebut menjadi pengalaman pertama bagi mereka, sehingga saat kami bertemu mereka lagi di jalan, mereka selalu mengingat kami, dan mengajak kami bermain bersama mereka.


bergaya sambil menikmati pisang karamel eksperimen


 Begitulah, berada di Kalimantan Timur, di tempat yang serba terbatas, saya mencoba berbagai alternative dan  menemukan banyak peluang-peluang dari alat yang saya kira tidak akan pernah banyak berguna itu. 


anak-anak terheran-heran melihat foto mereka yang diolah di photobooth ipad

Comments

  1. cara yg cukup mumpuni om, mendekati anak2 dgn teknologi.. mengingatkan saia waktu KKN ketika jaman kuliah dulu, mendekati anak SD dgn media laptop.. :D

    BTW, semangat 365

    ReplyDelete
  2. Rio, gua suka pake aplikasi itu kalo sama ponakan gua..... Eh btw laporan lengkap kunjungan lo ke Kaltim dong. Gua suka approach nya.... Dan sepertinya you and your team did a good job there

    ReplyDelete
  3. yo, agak waswas ga sih mengenalkan anak pedalaman sama teknologi canggih? bukan takut rusak, cuma takut teracuni gitu akan hal-hal yg berteknologi modern. jadi ga pure lagi. btw, gila mata lo bisa segaris gitu ya hahah

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

kenapa saya keluar seminari ?

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati