Uneducated English
sumber foto: interface.edu.pk |
Banyak teman saya di fakultas ekonomi tempat saya kuliah yang sudah lulus
kelabakan saat melamar kerja ke perusahaan/organisasi impiannya atau mengejar
beasiswa idaman. Kenapa? Simple saja, mereka memiliki IPK yang outstanding,
hampir sempurna, tapi mereka lemah di bahasa Inggris. Sedangkan beasiswa
internasional, perusahaan besar , kementrian dan BUMN impian menjadikan bahasa
Inggris salah satu syarat utama agar lolos saringan pertama.
Beberapa dari mereka bertanya, dimana bisa membeli
sertifikat TOEFL?, siapa yang bisa joki TOEFL? dimana kursus intensif agar bisa
mengerjakan TOEFL dengan sempurna? Atau bagaimana cara belajar bahasa Inggris
yang paling cepat supaya bisa lancar dalam percakapan, tulisan dan sekali lagi,
mengerjakan soal TOEFL?.
Mungkin mereka tidak mengerti bahwa bahasa bukan statistika.
Dibutuhkan lebih dari sekedar kecerdasan untuk menguasai satu bahasa baru, tapi
dibutuhkan waktu dan persentuhan yang intens supaya familiar dengan bahasa itu.
Setidaknya, itu menurut pandangan saya, sangat mungkin untuk saya salah.
Nah, sekitar tiga tahun lalu, saya sempat berprofesi
sebagai joki TOEFL, sudah 6 orang teman
menggunakan jasa saya hingga sekarang mereka bisa studi pasca sarjana di Universitas paling unggulan
di Yogyakarta, bahkan Indonesia. Mereka hanya membutuhkan skor TOEFL sekitar
470-500 sedangkan jasa saya bisa memberikan mereka sertifikat dengan skor
510-540 Uang dari mereka menjadi salah
satu sumber pendaaan traveling saya. Walaupun akhirnya saya berhenti, karena
paman saya, seorang pengacara, bilang tindakan saya melanggar hukum dan bisa
dipidanakan oleh institusi penyelenggara TOEFL.
Okey kembali ke topic semula, mengenai belajar suatu bahasa
baru, contohnya bahasa Inggris. Banyak teman mengajukan pertanyaan-pertanyaan
di atas kepada saya. Bagaimana saya bisa mengerjakan TOEFL itu padahal saya
tidak kuliah di sastra inggris atau pendidikan bahasa inggris, . Sayapun waktu
dulu kesulitan menjawabnya, di pikiran saya waktu itu hanya karena saya berani
oleh karena itu saya beruntung, itu saja.
Belakangan ini saya mengerti, kenapa saya bisa mengerjakan
soal TOEFL itu, itu semua karena tiga tahun lalu saya nekad berlangganan Koran
The Jakarta Post, yang belum tahu, koran ini adalah koran nasional berbahasa
inggris. Saat 5 bulan pertama berlangganan sejujurnya saya juga tidak mengerti
apa yang ditulis di Koran itu. Saya hanya membaca seluruh isi koran dari awal
sampai akhir serta sering-sering membuka kamus karena banyak sekali istilah
yang tidak saya mengerti. Terus begitu, sampai akhirnya saya bisa mengerti inti
dari setiap artikel walaupun kalau diminta menerjemahkan satu per satu kata dan
kalimat saya juga angkat tangan.
Selain membaca, saya juga aktif di komunitas Couchsurfing
dan Hospitalityclub, jangan pikir saat itu saya bisa bercakap-cakap bahasa
inggris dengan lancar, pelafalan kata saja seringkali salah. Namun, kembali
pada keyakinan saya “Keberuntungan berpihak pada orang yang berani”. Banyak
pejalan asing yang tinggal di kamar kos saya yang sumpek, serta berhari-hari saya antar keliling
Yogyakarta, mau tidak mau saya harus bercerita dan mendengarkan cerita
menggunakan bahasa Inggris. Disitulah kemampuan mendengar dan berbicara saya
terasah.
Selain itu, saya juga sering nekad meminjam film yang tidak
memiliki subtitle bahasa Indonesia. Ya walaupun tidak mengerti dilihat dan
didengar saja. Begitu terus menerus, lama-lama saya bisa mengerti percakapan
orang-orang di film itu, walaupun tidak secara keseluruhan.
Kembali pada saat saya mengerjakan TOEFL yang penuh tekanan,
kenapa? Pertama saya punya tanggung jawab moral terhadap pengguna jasa saya,
kedua saya takut ketahuan menggunakan KTP palsu. Saya mengerjakan soal-soal reading dan
structure hanya menggunakan perasaan, pokoknya dari banyak jawaban saya hanya memilih yang paling enak dibaca
dan yang paling sedikit keganjilannya. Kalau disuruh menjelaskan secara teori
kenapa saya memilih jawaban itu saya pasti angkat tangan.
Begitupun saat mengerjakan soal listening, saya hanya
menggunakan logika saja, saya tidak mengerti teori berbahasanya, sekali lagi
saya hanya memilih yang paling enak
dibaca dan yang paling sedikit keganjilannya. Jangankan untuk mengerti teori
berbahasa yang aneh, present tense, past tense dan future tense saja
kadang-kadang saya salah dalam penggunaanya.
Begitulah cerita bagaimana saya bisa mengerjakan TOEFL itu,
sampai saat ini pun saya belum punya sertifikat TOEFL yang tertera Rio
Praditia, nama saya.
Saya menulis ini bukan ingin menyombongkan diri atas
kemampuan saya dalam menebak jawaban TOEFL. Malah karena kesadaran saya atas
lemahnya pemahaman saya akan bahasa inggris maka saya membuat tulisan ini. Saya
hanya ingin membagikan pengalaman kenapa saya bisa uneducated English.
Saran saya kepada teman-teman, jika ingin belajar bahasa
maka mulailah dari sekarang bukan besok. Sepengetahuan saya belajar bahasa itu
berarti belajar seumur hidup, berbeda dengan statistika yang bisa dimengerti
semalam dan aplikasinya bisa digunakan ke banyak turunan. Bila ingin mendapat
skor TOEFL yang bagus, mulailah banyak membaca buku/Koran/majalah berbahasa
inggris setiap hari.
Terima kasih
Tertanda “MANTAN JOKI TOEFL”
kalau ada temen yang sms saya nanyain kenalan joki toefl, pasti saya jawab dengan "kau coba dulu tes sendiri." kalau masih gagal, coba lagi. coba lagi.
ReplyDeletesoalnya, jika nanti tinggi pun toefl mereka, tapi kenyataannya tak bisa apa-apa, mereka juga yang malu.
belajar bahasa itu yg penting berani ngomong, kan percuma juga klomscore toefl nya bagus tapi ga berani ngomong, pas ngobrol nganu nganu. Langsung deh tuh dicurigai serifikat toefl nya pke joki, nah tanggung jawab tuh rio sbg jokinya hahahaaa....
ReplyDeleteMakasi nasehatnya Rio Praditya.... Emang bener ya, bisa karena BIASA.... Walauupun awalnya EROR OTAK saat mecoba memahami bahasa asing.... MAKASI MAKASI
ReplyDeletehiks..saya pengen bisa mudah berbahasa..saya kok ya paling lemah dibahasa..(-_-)' beberapa kali ikut kursus bahasa..kok ya..ga lancar ngomong juga. beralih ke bahasa spanyol...sama aja..
ReplyDeletepernah nyoba ikutan ambil kelas TOEFl di ELTI jogja..waktu test awal nilainya bgus..eh setelah kursus setiap ditest malh nilainya anjlok..saya jd ngerti klo ternyata berbahasa itu dinikmati..mungkin saya jd terpengaruh klo kursus nilainya jd bagus terus meninggalkan sense..halah ngelantur kemana2...:)
ReplyDelete