Pantai Klayar - "Monumen Megalitikum" Pahatan Alam

Berada di selatan Kota Pacitan, Pantai Klayar dengan bukit-bukit yang dipahat angin dan garam serta pasirnya yang memilki dua warna menjadi pesona yang memanggil pejalan dari penjuru Indonesia. Ombaknya juga tersohor di telinga peselancar dunia.



Walaupun hanya berada 45 kilometer dari kota Pacitan, bukan hal yang mudah untuk mencapai pantai ini. Setelah berkendara kurang lebih tiga setengah jam dari Yogyakarta, kami akhirnya menemui penunjuk arah menuju pantai Pacitan. Dibuka dengan jalan aspal sempit, kendaraan bongsor kami sudah memakan lebih dari separuh jalan. Saya, Blesta dan Orsi, teman dari Hungaria, berkali-kali menahan nafas saat berpapasan dengan mobil lain. Semakin ke dalam, kondisi jalan semakin parah. Berkali-kali kami menghadapi jalan berbatu dengan tanjakan curam dan berkelok. Seringkali saya harus menjejak rem dalam-dalam serta memadukannya dengan gigi satu. Lebar jalan yang tidak seberapa dipersempit dengan aat-alat berat yang didatangkan sekedar untuk menambal lubang jalan.

Kami mengharu biru saat menemui turunan terjal terakhir, di hadapan terbentang laut selatan dengan biru pekat dan buih gelombang ombak. Menurut Orsi pemandangan ini sekilas mirip minuman Pepsi Blue yang melontarkan buih akibat goncangan. Pantai Klayar sudah bergaung di telinga saya semenjak tiga tahun lalu, gemanya semakin kuat setelah National Geographic Traveler menobatkannya sebagai pantai paling indah di selatan pulau Jawa. Menurut sesama teman pejalan, keindahan pantai ini didukung oleh infrastruktur jalan yang buruk, membuat jarang orang ke sini sehingga pantainya bersih terjaga. Tetapi apa yang saya hadapi sekarang sudah berbeda, mobil berjejer di area parkir yang terbatas. Di bawah tebing sudah banyak warung penjual makanan, dampak buruknya adalah sampah sudah mulai bertebaran di mana-mana.

Segera kami lepas sandal, merasakan lembutnya pasir yang seakan hangat menggelitik sela-sela jari. Saya sempat terheran-heran dengan tampilan pasir di pantai ini. Dari jauh tampak pantai ini berpasir putih, namun dari dekat sebenarnya pasir di pantai ini berwarna hitam, pasir putih hanya di permukaan.

Kami terus berjalan ke arah timur. Pantai ini nampaknya sudah menjadi favorit banyak keluarga, anak kecil bermain air di muara yang mungkin dulu terbentuk oleh ombak besar. Tidak ada yang berani berenang ke tengah pantai, ombaknya yang indah namun ganas siap melahap siapa saja yang mendekat.




Tak lama, kami mendekat dengan tebing-tebing batu dengan bentuk unik, sekilas mirip-mirip monument-monumen megalitikum di Mesir. Angin yang berhembus kencang dan udara dengan uap garam telah mengikisnya perlahan, menjadikannya seperti dipahat dengan presisi sempurna. Saya coba sentuh tepian bukit, seketika itu batuannya luruh dan menjadi serpihan halus diterjang angina. Saya kira serpihan bukit-bukit ini yang menjadikan fenomena pasir putih dan hitam yang sempat saya pertanyakan.

Naik ke atas, kami menjumpai celah karang yang setiap beberapa detik menyemburkan percikan air setinggi hampir sepuluh meter. Setelah beberapa saat  coba saya amati, air akan menyembur sempurna ke atas lewat celah itu saat gelombang cukup besar, momen di mana air menyembur dengan terjangan angin menghasilkan semburan ke atas yang indah. Momen itu juga menghasilkan suara berdesing yang unik, pantas saja beberapa orang menyebutnya seruling laut. Anak muda menjadikannya latar untuk ramai-ramai berfoto. Mereka tidak menggubris peringatan penjaga pantai untuk menjauh dari area itu karena bahaya hantaman ombak. 


Karena kami tidak mau pakaian kami basah dihempas percikan seruling laut, maka kami bergegas turun dan menuju bukit di sisi barat. Dari puncak tebing, kami bisa memandangi garis pantai memanjang dan segala aktifitas manusia di sana.  Garis horizon pantai melengkung tanda luasnya jarak sampai menemui daratan Australia. Puncak ini juga lokasi sempurna untuk menyaksikan matahari tenggelam, sayang waktu kami tak banyak, sehingga harus pulang sejam lebih awal.

Di sepanjang perjalanan, kami sepakat bahwa seluruh pemangku kepentingan, juga pengunjung, harus bersatu padu menjaga kebersihan pantai ini. Jangan sampai peningkatan infrastruktur jalan mengakibatkan penurunan keindahan karena dikotori sampah pengunjung tak bertanggung jawab.

photo taken by Ipad 2

Comments

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati

kenapa saya keluar seminari ?