Animus 10R Lingkara Photo Art

“When words become unclear, I shall focus with photographs. When images become inadequate, I shall be content with silence.”
― Ansel Adams





Lingkara Art Gallery di Jalan merdeka 4 no 2 Denpasar, sudah ramai ketika saya datang. Menyanggupi undangan Ayyiex (teman pendakian di Jalur Sutera) untuk datang ke pameran fotonya, saya tiba bersama Westi dan Rara.
Animus 10R adalah pameran foto besar di ruang yang tidak cukup lega, setidaknya itu kesan pertama saya. Bagaimana tidak, pamerannya diikuti oleh 35 pameris dari berbagai latar belakang, bukan cuma fotografer. Pameris dari berbagai komunitas mulai dari penikmat makan, pengguna kamera analog, lomo sampai digital. Semuanya menampilkan foto-foto unik dari persepsi yang berbeda.  Dalam event yang pertama diselenggarakan di Bali ini, dipajang 1800 lembar foto. “Padahal target awal hanya 1000 foto, tapi antusiasme yang membludak dari komunitas membuat target terlewati” ungkap Ayyiex.



Tidak semua foto-foto yang dipamerkan dari tanggal 20-30 Juni ini menunjukan kualitas gambar yang mumpuni, namun kejelian dan ide di balik pengambilan gambar itu yang patut diacungi jempol. Selain itu, foto-foto dengan gambar kabur, bocor cahaya, salah processing malah membawa atmosfer tersendiri.



Tema yang diangkat juga sangat bervariasi, hampir semua yang ada dalam keseharian pameris selama hidup di Bali. Pameran ini membantu saya yang baru hitungan bulan tinggal di Bali, mengenal sudut-sudut dan fenomena sosial yang terjadi.  Seperti dalam penjelasan Ayyie ketika kami di depan karyanya, “tidak ada proses kurasi yang khusus dalam pameran ini, hanya saja setiap pameris diminta mengangkat suatu tema essay / story yang fun, ringan dan tidak terlalu serius seperti pameran-pameran foto essay yang pernah dibuat. Setiap foto essay yang kami pamerkan merupakan suatu sudut pandang dari sang pameris Karena, foto essay adalah mengajak penikmat foto kami untuk melihat dari sudut pandang kami. Bukan yang lain.”

---

Semalam, saya datang lagi ke pameran tersebut bersama teman-teman #melaligen, kali ini Animus 10R menayangkan film tentang Vivian Maier. Siapa Vivian Maier? Sebagai penikmat foto hitam putih, saya pengagum  karya Ansel Adams dan Henry Cartier Bresson, namun tidak pernah mendengar nama Vivian Maier.


Dalam film dokumenter yang digarap oleh BBC channel, sceen pertama dibuka dengan slide show street foto dengan latar musik gubahan yann Tierssen. Foto-foto medium format hitam putih yang menampilkan portrait unik orang-orang New York. Tidak ada yang menyangka, seorang pengasuh anak yang mengambil foto-foto outstanding itu. Vivian Maier adalah seorang Nanny, ya, ia menghidupi kesendirian - kegilaannya pada fotografi dan ekspresi manusia dengan menjadi Nanny. Bermodal film medium format yang hanya berisi 12 slide, ia menangkap jiwa setiap subyek yang ia foto, -kegelisahan, kecemasan, kesepian- . Mengutip salah seorang fotografer yang menjadi narasumber “Vivian Maier memiliki kejelian mata yang mumpuni, ia menjadi dekat sekaligus tak terlihat di mata setiap subjeknya”. 

Sayangnya, sampai akhir hayat, ia menyimpan karya-karyanya hanya untuk dirinya sendiri, dia tidak mengalami kejayaan seperti fotografer lain di jamannya. Foto-foto Vivian Maier baru dikenal orang puluhan tahun setelah kematiannya. Kini, foto-fotonya menjadi rebutan kolektor foto di seluruh dunia. Mungkin, jika Bresson dianggap bapak street photography, gelar ibu street photography bisa dikalungkan pada perempuan ini.


Setibanya di kos, saya membongkar toples berisi puluhan roll film yang belum dicuci, juga teringat ratusan film di rumah yang sudah dikarduskan.  Merasa malu pada diri sendiri, saat Vivian Maier berjuang dalam kesendirian melakukan apa yang ia cintai, saya sudah menyerah memperjuangkan apa yang baru saja saya mulai.      

Comments

Popular posts from this blog

Bu RT, Our Mother who art in Gang Pertolongan

kenapa saya keluar seminari ?

Kita Masih Terlalu Muda Untuk Mati