Solo Traveler Is Never Alone
Kereta Sritanjung tiba di stasiun Banyuwangi mendekati
tengah malam. Kepala yang sudah pening kelamaan bersandar seperti mendapat
energi baru. Saya segera berdiri dan menggendong carrier dan daypack. Kaki yang
belasan jam hampir tak ada guna, sudah tak sabar untuk melangkah.
Penumpang di gerbong belakang, yang tidak banyak,
berduyun-duyun maju ke gerbong terdepan. Kata kondektur, jarak antara peron dan
pintu gerbong paling pendek dari gerbong-gerbong yang terdekat dengan
lokomotif. Walaupun, gerbong saya cukup dekat dengan lokomotif, tetap terasa
tidak pas kalau tidak ikut kelakuan orang lain.
“Mas, mau ikut aksi ya?” sapa seorang gadis manis
berselendang oranye.
“Aksi apa?” jawab
saya lugu.
“Itu tadi banyak
rombongan di depan bawa carrier kek mas juga, katanya mereka mau aksi di Bali”
balas gadis itu lugas.
Terbiasa basa-basi, saya tanya tujuan mereka ke mana. “Mau
ke Bali donk” jawab gadis lain di sebelah gadis berselendang oranye.
“Iya,dari penampilan kalian, saya tahu kalian mau ke Bali,
tapi di Bali mau ke mana”.
Keheningan merebak sejenak, “ya ke Bali mas, ke Bali dulu
aja, lha mas mau ke Bali juga?”.
Usut punya usut, mereka adalah rombongan dari Universitas
Sumatera Utara yang beberapa hari lalu tinggal di Jogja karena diutus kampus
untuk mengikuti suatu acara. Di tengah acara, mereka malah kabur ke Bali untuk
berlibur (atau sekedar ingin tahu Bali seperti apa?). Saya salut dengan
keberanian mereka, empat perempuan dan satu lelaki, tanpa riset yang memadai
langsung saja meluncur ke Bali. Yang jadi
permasalahan adalah mereka tidak tahu, di mana harus mencari penginapan
murah dan bagaimana mencari angkutan umum untuk menuju seluruh tempat wisata.
Akhirnya, karena tidak tega, saya ajak mereka untuk
bergabung (atau saya yang bergabung dengan mereka?), di sepanjang perjalanan
mereka saya beri pemahaman sedikit tentang kondisi transportasi di Bali, di
mana mencari penginapan murah, di mana mencari makanan halal dan beberapa
tempat wisata yang murah maupun mahal. Mereka saya antar sampai terminal ubung,
di sana kami berpisah setelah saya carikan angkutan untuk menuju poppies lane
Kuta. Sampai hari ini, kami masih sering menanyakan kabar, mereka memaksa agar
saya berkunjung ke kota Medan. Di sana, mereka berjanji akan mengantar saya keliling
kota.
Dari kejadian ini dan beberapa pengalaman lalu, saya
menyadari bahwa pejalan tunggal tidak pernah benar-benar sendirian, teman bisa
ditemukan di mana saja. Seringkali saya mendapat banyak teman saat melakukan
perjalanan sendirian dibandingkan pergi dalam kelompok kecil maupun besar.
Jadi, apa kamu masih takut melakukan perjalanan sendirian?
betuullll... justru kalo kita jalan sendirian malah makin banyak temen yang kita kenal, klo jalan sama temen biasanya males mau sosialisasi sama org lain.
ReplyDeleteAhhhhhh gw pun selalu sendiri, mau ajak mila doi orng yg selalu well planing kl mau trip, nah gw pergi asal pergi, ky akhir november kmrn nyelonong ke jogja naik kreta. Anyway jadi dinatur budaya yuk, cusss mapir2 ke blog gw buat info lebih kanjut
ReplyDeleteah.. setuju banget nih sama tulisan ini.
ReplyDelete