Warung Bu Maning Kerobokan
Bu Maning sang Chef & Pramusaji |
Warung Bu Maning
adalah suaka bagi perut-perut yang kelaparan di daerah Kerobokan saat malam.
Menawarkan menu nasi jinggo yang lebih besar dalam porsi dan lebih bervariasi
dalam lauk, Warung Bu Maning memberikan kesan yang tidak sesederhana warungnya.
Selamat mengantri dan berdesak-desakan untuk meraih bergenggam-genggam nasi jinggo dalam bungkus daun pisang.
Tidak pernah terbayangkan apa yang ditawarkan warung ini
sebelumnya ketika saya dan Asong memutuskan untuk berkunjung. Rasa tertarik
kami muncul karena berulang kali lewat Jalan Krobokan di waktu malam, selalu
melihat warung ini ramai pengunjung. Padahal tidak ada papan nama atau hal-hal
lain yang menunjukan warung ini menjual makanan, kecuali meja kayu kecil
sederhana di halamannya. Bila kita lewat di siang hari, kita hanya akan
menjumpai warung grabadan yang juga menjual bensin. Begitulah, kami berpikir
pasti ada yang spesial di situ. “kalau ngga ada yang unik, pasti cewek-cewek
kece itu ngga mau ngantri makan di sini” ungkap Asong.
Ketika kami datang, serombongan mahasiswa sudah memenuhi
setiap mejanya. Beruntung tak lama kemudian sepasang remaja memutuskan untuk
pergi seselesai menghabiskan pesanannya. Mungkin juga dia terintimidasi karena
kami berdiri terus di belakang mereka. Warung Bu Maning menjual Nasi Jinggo dengan menu yang lebih
bervariasi, dalam satu porsi terdapat : ayam suwir, tempe oreg, mie goreng,
sayur buncis dan sambal. Tersedia juga tambahan babi kecap bagi pengunjung yang
tertarik. Nasinya wangi dan selalu tersaji panas, bumbu-bumbu lauknya berani
sehingga rasanya nendang, yang paling utama adalah sambalnya yang gurih dan
menggigit, semuanya panas-panas dibungkus dengan daun pisang sehingga
menguarkan aroma yang menggoda indra penghidu.
Harga pun sangat terjangkau untuk ukuran Bali, Warung Bu
Maning yang namanya diambil dari nama penjualnya, bu Maning, memberikan nasi bungkus dengan harga Rp.
5.000,00 , Rp. 7.000,00 dan Rp. 10.000,00 semua sesuai besar kecil porsinya. “warung
ini mulai berdiri tahun 2000, zaman millenium” canda Bu Maning sambil terus
membungkuskan nasinya. “kami buka jam 21.00 dan tutup sekitar jam 01.00, yaa
sehabisnya saja, biasanya sih jam 00.00 juga sudah habis” ungkap Pak Wayan
Marta, suami Bu Maning yang membantu mengantarkan makanan dan membuat minuman.
Makan di sini memberi sensasi berbeda, selain
berdesak-desakkan dengan manusia, kita juga akan berdesak-desakan dengan
barang-barang jualan di warung itu. Sambil menonton TV 14 inch yang dipasang di
sudut atas, pengunjung mengalihkan perhatian dari situasi yang semrawut Warung Bu Maning yang kecil dengan nasi bungkusnya yang panas,
menghangatkan hati dan perut yang kesepian.
Tabik,
intermezo
Pengunjungnya bermacam-macam bentuk, dari yang tampilannya kacau sampai yang cantik.
Comments
Post a Comment