Teh Tua di Kayu Aro Kersik Tuo
A simple cup of tea is far from a simple matter.--Mary Lou Heiss--
Berada di tengah hamparan kebun teh Kayu Aro, Pos pendakian
Gunung Kerinci di Kersik Tuo seperti pos-pos pendakian pada umumnya. Kaca
jendela penuh sticker-sticker identitas kelompok yang pernah mendaki gunung
dengan ketinggian 3805 mdpl itu. Ruangan pertama lapang beralasa tikar di
seluruh bagian serta foto-foto kelompok pendaki yang berbangga hati pernah menjejakan
kaki di puncak Kerinci. Nampan berisi termos air panas dikelilingi kopi, teh,
gula dan gelas penghuni sudut ruangan mengundang pengunjung perdana yang
kedinginan.
Murdham, lelaki berkulit hitam legam terbakar matahari
dengan perawakan kecil namun tegap, mengajak kami segera menyantap makanan yang
telah disiapkan di meja. Murdham adalah ranger Gunung Kerinci, ia mengenal
seluk beluk gunung itu seperti halaman belakang rumah sendiri. Murdham
bersemangat mengambilkan nasi untuk kami. Selepas menyantap segunung nasi
dengan sambal kentang nan pedas serta indomie goreng, saya membuat segelas teh.
“tehnya wangi sekali bang, ini pasti teh dari kebun di depan sana” ungkap saya
untuk memulai pembicaraan. “Bukan, itu teh dikirim dari Padang, penduduk di
sini jarang sekali yang pernah minum teh hasil dari kebun sana. semua hasil teh
dikirim ke Eropa terutama Inggris dan Belanda, Rusia, Timur Tengah, Amerika
Serikat, Asia Tengah, Pakistan, dan Asia Tenggara” Jawab Murdham sambil tertawa
lebar.
Saya melongok ke luar, langit mulai memerah gelap tanda
senja telah tiba. Gunung Kerinci menjulang angkuh bagai raja dikelilingi kebun
teh maha luas laksana karpet. Angin berhembus kencang dan suhu turun dalam
waktu singkat. Saya mampir ke dapur belakang, ibu Nani masih sibuk memasak menggunakan
api dari kayu bakar. Saya mendekati api untuk menghangatkan tubuh yang telah
menggigi dan jari-jari yang mulai mati rasa. Setelah tahu saya kuliah di Jogja,
ibu Nani bercerita penduduk di sekeliling gunung kerinci ini kebanyakan adalah
suku Jawa. Mereka dikirim ke sini oleh Belanda untuk bekerja di kebun teh
kersik tuo ini.
Tak heran jika kebun
teh ini merupakan perkebunan teh tertua di Tanah Air. Perkebunan Teh Kayu Aro
didirikan oleh Perusahaan Belanda bernama Namlodee Venotchaat Handle
Verininging Amsterdam sejak 1925. Tahun 1959, melalui PP No. 19 Tahun 1959
perkebunan ini diambil alih Pemerintah Republik Indonesia pengawasan dan
pengelolaannya dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara VI (PTPN VI). PTPN VI
hingga kini yang melakukan perawatan, pemeliharaan tanaman, pemetikan pucuk
teh, pengolahan di pabrik, sampai pengemasan dan pengeksporan.
Setelah tidur kurang nyenyak karena suhu menurun drastis di
tengah malam, saya bangun pukul 05.30 WIB. Teman-teman sebagian masih tertidur
dan sisanya sibuk meminum teh panas yang cepat sekali dingin. Saya kenakan
pakaian hangat yang sebenarnya saya siapkan untuk bertahan hidup di atas sana.
Tidak mau terus kedinginan maka saya putuskan untuk berjalan-jalan menyusuri
kebun teh. Pucuk-pucuk daun hijau berkilauan diguyur embun, pemetik-pemetik teh
mulai berjalan beriringan menuju area kerja masing-masing.
Saya berjongkok di pinggir jalan, jalan kaki bukan membuat
saya tambah hangat malah lebih kedinginan. Embun-embun di rerumputan membuat
kaos kaki basah sehingga jari kaki terasa membeku. Gunung Kerinci mulai muncul
dari balik awan, ia terasa begitu dekat tapi juga begitu tinggi, mental saya
jatuh sebelum menapakkan kaki di sana.
Saya putuskan untuk kembali ke jalan utama. Tak disangka tenda
penjual kudapan khas sudah berdiri di pertigaan dekat Tugu Harimau. Saya
berkenalan dengan Bu Harini yang bekerja
di perusahaan teh bersamaan
memilih-milih kudapan yang akan disantap. Ia mengaku penasaran dengan rambut
saya yang keriting tak tentu arah. Sambil duduk di kursi reot dan tenda yang
terasa akan rubuh setiap dibelai angin, ia bercerita tentang perkebunan teh
ini. “Tidak banyak orang Indonesia yang tahu perkebunan ini tersebut merupakan
yang terluas dan tertinggi kedua di dunia setelah Perkebunan Teh Darjeeling
yang ada di India” terangnya. Ia
melanjutkan “mas tahu, Teh yang ditanam di Perkebunan Teh Kayu Aro adalah teh
ortodox atau yang lebih dikenal dengan nama teh hitam yang merupakan teh
berkualitas tinggi, teh kayu aro menjadi teh kegemaran Ratu Inggris dan Ratu
Belanda pada zaman dahulu”.
Dari ibu yang senang bercanda itu saya jadi tahu untuk
menjaga kualitas teh di lahan seluas 2,500
hektar dan berada di ketinggian 1.600 m dpl ini, pekerja dilarang untuk
menggunakan kosmetik ketika mengolah teh. Saya ternganga tak percaya. Bahkan, proses
pengelolaan daun teh di Perkebunan Teh Kayu Aro hingga kini masih memakai cara
konvensional. Serbuk-serbuk teh tidak memakai bahan pengawet atau bahan pewarna
tambahan. Percakapan yang membuat saya sadar, saya benar-benar masih buta akan
kekayaan Tanah Air sendiri.
kenapa ga boleh pke kosmetik? takut luntur ke daun nya? :))
ReplyDeleteIya nih. Curiga bedaknya bakalan luntur ke daunnya..
DeleteMantaaaab, udah ke Kayu Aro aja. Aku belum kesampaian nih mau ke sini :'(
ReplyDelete